Hadits tentang talak dan Ruju’ jumlahnya banyak sekali, antara riwayat yang satu dengan yang lain berbeda-beda baik dalam sanad maupun matannya.Fokus dalam pembahasan talak, hadits yang diambil adalah hadits yang benar-benar mengena dan sesuai dengan judul makalah ini dari sekian banyak hadits yang ada.
Adapun hadits yang dimaksud adalah hadits Imam Abu Dawud sebagai berikut:
Thalaq merupakan perkara yang
dibenci Allah
حَدَّثَنَا كَثِيرُ بْنُ عُبَيْدٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ خَالِدٍ عَنْ مُعَرِّفِ بْنِ وَاصِلٍ عَنْ مُحَارِبِ بْنِ دِثَارٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَبْغَضُ الْحَلَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى الطَّلَاق
"Perkara halal yang paling dibenci oleh Allah Ta’alaa adalah menjatuhkan thalaq"(H.R. Abu dawud)[1]
Kisah Harist Bin Qais Al-Asady
Dalam kitab Abu Daud dari Harit bin Qais, ia berkata :
اسلمتوعنديثماننسوةفذكرتذلكللنيصلياللهالهوسلمفقالاخترمنهناربعا
“Saya masuk Islam bersama-sama dengan delapan istri saya.lalu
sayaceritakan hal itu kepada Nabi SAW. Maka sabda beliau.“ Pilihlah empatorang
di antara mereka “
Namun dalam riwayat lain Imam Malik meriwayatkan dalam al-Muwata’,
Nasa’i, dan Daruqutnidalam masing-masing Sunannya. Bahwa Nabi berkata
kepada Ghailan bin Umayyah at-Tsaqafi yang masuk islam, padahal ia punya
sepuluh istri beliau bersabda kepadanya. “Pilihlah empat orang di antara mereka
dan ceraikanlah yang lainya” ( Sabiq,1981: 275)
Yang
Berhak Menalak
الطلاق بيد من اخذ با السا ق
“thalaq itu ditangan oarang yang
memegang betis”
Perempuan yang ditalak Tiga
وعن عائشة قالت جاءت
امراةرفاعة القرظى الى النبى صلى الله عليه واله وسلم, فقالت : كنت عند رفاعة
القرظى فطلقنى, فبث طلاقى فتزوجت بعده عبد الرحمن بن الزبير, وانما معه مثل هدبة
الثوب. فقال <اتريدين ان ترجعى الى رفاعة؟ لا, حتى تذوقى عسيلته ويدوق,
عسيلتك> رواه الجماعة
“Isteri Rifa’ah Al-Quradzy datang kepada Nabi saw. Dan berkata : Aku
isteri Rifa’ah Al-Quradzy, dia mentalak aku dan dia menghabiskan talakku.
Karena itu aku bernikah dengan Abdur Rahman ibn Zubair, tetapi apa yang
adapadanya(kelakuannya) adalah serupa ujung kain. Maka Nabi saw. Berkata:
Apakah engkau mau kembali kepada Rifa’ah? Tidak boleh, sehingga engkau
merasakan madunya dan dia merasakan madumu.” [2]
Dasar
Hukum Ruju’
حَدَثَنَا
القَعْنَبِي عَنْ مَالِك عَنْ نَافِع عَنْ عَبْدِ الله ابن عُمَر اَنَّهُ طَلَّقَ
اِمْرَأَتَهُ وَهِيَ حَائِضٌ على عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ صلعم. فَسَأَلَ عُمَرُ
ابْنُ الخَطَّابِ رَسُولَ اللهِ عَنْ ذَلِكَ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ مُرْهُ
فَلْيُرَاجِعْهَا, ثُمَّ ليُمْسِكْهَاحَتَّى تَطْهُرَ ثم تَحِيْضَ ثم تَطْهُرَ ثم اِنْشَاءَ
اَمْسِكبَعْدَ ذَلِكَ وَاِنْ شَاءَ طَلِّقْ قَبْلَ أَنْيَمَسَّ, فَتِلْكَ
العِدَّةُ التي أَمَرَ الله ُاَنْ تُطَلِّقَ لَهَا النِّسَاءَ
Al-Qa’nabi bercerita kepada kami dari Malik dari Nafi’ dari Abdillah ibnu Umar, bahwa beliau mentalak istrinya sedang dia dalam keadaan datang bulan dimasa Rasul SAW.kemudian Umar Ibnu Al-Khattab menanyakan hal itu pada Rasul SAW, lalu Rasul bersabda: temui dia! Kemudian suruh merujuk kembali, kemudian biarkan istrinya sampai masa suci, kemudian menjalani masa haid, lalu masa suci, setelah itu jika ia mau, maka setelah itu, biarkan dia tetap menjadi istrinya, dan jika ia mau boleh mentalak sebelum digauli. Masa iddah ini merupakan perintah Allah SWT.Jika mentalak istri-istrinya.
(H. R. Abu Daud)
Massa
Rujuk
عن ابن عباس في قوله (والمطلقات ىىيتربصن بأنفسهن
ثلاثة قروء ولايحل لهن ان يكتمن ماخلق الله في ارحمهن-الا ية) وذلك ان الرجل
كان اذا طلق امرأته فهواحق برجعتها. وان طلقها ثلاثا. فنسخ ذلك (الطلق
مرتان-الاية)رواه أبووداود والنسائ
“Mengenai firman Allah dan wanita-wanita yang ditalak menunggu tiga
kali suci dan tiada halal bagi mereka menyembunyikan apa yang telah
diciptakanAllah di dalam rahim-rahim mereka talak itu dua
kali”.[3]
Saksi rujuk
عن عمران بن حصين رضي الله عنه أنه سئل عن الرجل يطلق ثم يراجع ولايشهد , فقال: اشهدعلي طلاقها وعلي رجعها
Artinya: “dari imran bin husain , semoga allah
meridhoi atasnya, bahwasanya ia ditanya tentang seorang laki-laki yang mentalaq
istrinya kemudian ia merujuknya dengan tidak memakai saksi, maka ia berkata :
saksikanlah atas talaknya dan saksikan pulapada Ruju’nya.” (HR.Abu Dawud)
Hukum Talak tiga dalam satu majelis
عن ابنِ عَبّاسٍ
قال: طَلّقَ أبُو رُكَانَةَ أُمّ رُكَانَةَ فقال له رسول الله صلى الله عليه وسلم
: رَاجِع امْرَأَتَكَ، فقال: إِنّي طَلّقْتُهَا ثَلاَثاً، قال: قَدْ عَلِمْتُ
رَاجِعْها. رواه أبو داود
Dari Ibn ‘Abbas, ia berkata, Abu Rukanah telah
menalak Ummu Rukanah, lalu Rasulullah SAW berkata kepadanya, “Rujuklah isterimu
itu.” Lalu ia menjawab, “Sudah aku talak tiga ia.” Beliau berkata, “Aku sudah
tahu, rujuklah ia.” (HR.Abu Daud)
Asbabul Wurud Hadist
Berikut dijelaskan asbabul wurud dari
hadist-hadist diatas, guna untuk mendalami dan mengetahui sebab-sebab adanya
hadis tersebut, selain itu juga
diharapkan akan membuka pengetahuan para pembaca mengenai kisah dibalik
turunnya hadist tersebut. namun, tidak semua hadist memiliki asbabul wurud,
terkadang hadist tersebut muncul untuk menjelasskan hadist lain jadi tidak
semua hadist memiliki catatan historis.
Thalaq merupakan perkara yang
dibenci Allah
"Perkara halal yang paling dibenci oleh Allah Ta’alaa adalah menjatuhkan
thalaq"(H.R. Abu dawud)
Asbab Al-Wurud
:
Imam al-Baihaqi dalam kitabnya, as-Sunan al-Kubra, mengeluarkan riwayat
dari Muharib ibn Ditsar, dia berkata: Di zaman Nabi, ada seorang laki-laki yang
menikah dengan seorang perempuan, ke-mudian ia menceraikannya. Nabi bertanya
kepadanya: Apakah kamu sudah menikah?. Sudah, jawabnya. Lalu, apa yang terjadi?
tanya Nabi. Aku telah menceraikannya. Apakah karena ada sesuatu yang
mencuri-gakan dari isterimu?. Tidak. Kemudian, laki-laki itu menikah dengan
perempuan lain dan menceraikannya lagi. Dan begitu dia melakukannya hingga dua
atau tiga kali, sementara Nabi selalu mengomentarinya dengan hal yang sama.
Oleh karena itu Nabi kemudian bersabda: Sesungguhnya perkara halal yang paling
dibenci Allah adalah talak. Hadis ini statusnya adalah mursal. Dengan demikian,
ketentuan bahwa talak merupakan perkara halal yang paling dibenci Tuhan, kalau
hal itu memang harus dikemukakan pada ceramah-ceramah atau tausiah-tausiah,
maka pemahamannya adalah sebagaimana dijelaskan dalam hadis riwayat al-Baihaqi
di atas. Yaitu, bahwa ketentuan tersebut hanya berlaku bagi mereka yang suka
kawin-cerai hanya untuk bersenang-senang dan tanpa alasan tertentu yang
dibenarkan menurut syariat
Kisah Harist Bin Qais Al-Asady
“Saya masuk Islam bersama-sama dengan delapan istri saya.lalu saya
ceritakan hal itu kepada Nabi SAW. Maka sabda beliau.“ Pilihlah
empat
orang di antara mereka “
Asbab Al-Wurud :
“Saya
masuk Islam sementara saya memiliki 8 istri.Saya datang kepada Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam lalu saya ceritakan hal tersebut kepada beliau. Beliau pun
berkata: ‘Pilihlah olehmu diantara mereka empat orang saja’.”
Juga apa
yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Abdullah bin
Umar bahwa ia berkata (yang artinya):
“Ghilan
Ats-Tsaqafi masuk Islam sementara ia memiliki 10 istri di masa
jahiliyyah.Merekapun masuk Islam bersama Ghilan, lalu Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam memerintahkan kepadanya untuk memilih empat orang saja diantara
mereka.”Riwayat ini dikeluarkan pula oleh Ibnu Hibban dan Al-Hakim dan
dishahihkan olehnya.
Perempuan yang ditalak Tiga
“Isteri Rifa’ah
Al-Quradzy datang kepada Nabi saw. Dan berkata : Aku isteri Rifa’ah Al-Quradzy,
dia mentalak aku dan dia menghabiskan talakku. Karena itu aku bernikah dengan
Abdur Rahman ibn Zubair, tetapi apa yang adapadanya(kelakuannya) adalah
serupa ujung kain. Maka Nabi saw. Berkata: Apakah engkau mau kembali kepada
Rifa’ah? Tidak boleh, sehingga engkau merasakan madunya dan dia merasakan
madumu.”
Asbab Al-Wurud
:
Aisyah berkata “Istri Rif’ah Al-Qurazhi datang menghadap Nabi” dan
berkata, “Aku menikah dengan Rif’ah, kemudia dia menceraikanku dengan talak
tiga.Kemudian aku menikah dengan Abdurrahman Ibnu Zubair.Dan perkawinanku
dengannya bagaikan ujung baju yang tidak bertenun”.Maka Rasulullah bersabda
berdasarkan hadis tersebut.Artinya, bahwa ketika Istri Rif’ah bercerai dengan
suaminya dengan talak tiga.Kemudian istri tersebut menikah dengan laki-laki
lain yaitu Abdurrahman Ibnu Zubair.Dan pada suatu saat istri Rif’ah ingin
kembali dengan suami yang pertama yaitu Rif’ah Al-Qurazhi.Maka, Rasulullah
menyuruh istri Rif’ah untuk melakukan persetubuhan dengan Abdurrahman Ibnu
Zubair ba’da dukhul atau sampai merasakan kenikmatan persetubuhan.
Dasar Hukum Ruju’
Al-Qa’nabi bercerita kepada kami dari Malik dari Nafi’ dari Abdillah ibnu
Umar, bahwa beliau mentalak istrinya sedang dia dalam keadaan datang bulan
dimasa Rasul SAW.kemudian Umar Ibnu Al-Khattab menanyakan hal itu pada Rasul
SAW, lalu Rasul bersabda: temui dia! Kemudian suruh merujuk kembali, kemudian
biarkan istrinya sampai masa suci, kemudian menjalani masa haid, lalu masa
suci, setelah itu jika ia mau, maka setelah itu, biarkan dia tetap menjadi
istrinya, dan jika ia mau boleh mentalak sebelum digauli. Masa iddah ini
merupakan perintah Allah SWT.Jika mentalak istri-istrinya.
Asbab Al-Wurud :
Hadist diatas
berawal dari kisah abdullah bin umar yang menceraikan istrinya yaitu Aminah
binti Ghiffar al-Nawwar di waktu haid kemudian oleh ayahnya yaitu umar bin
khattab hal itu dalaporkan kepada rasulllah. Reaksi rasul ketika mendengar
cerita umar adalah menyuruhnya untuk memerintahkan pada anaknya agar merujuk
istrinya dan menunggu sampai dua kali suci dan satu kali haid jika memeng ingin
mencerikannya atau meneruskan perkawinannya.Dari keterangan di atas dapat
diambil kesimpulan bahwsasannya mentalak istri dalam keadaan haidh adalah
dilarang oleh agama atau syariat, hal tersebut biasa dibuktikan dengan perintah
rasulullah yang menyuruh abdullah bin umar via umar bin khattab u nti\uk
merujuk istrinya yang notabene ia cereikan dimasa haid.Hadist tersebut secara
eksplisit menyinggung tentang pelaksanaan rujuk sebagaimana yng disinggung oleh
taqiyuddin abu bakar dalam kifayatul akhyar bahwa hadist di atas menjadi
rujukan dan dasar tentang pensayariatan rujuk
.
Masa
Rujuk
“Mengenai firman Allah dan wanita-wanita yang ditalak menunggu tiga
kali suci dan tiada halal bagi mereka menyembunyikan apa yang telah
diciptakanAllah di dalam rahim-rahim mereka talak itu dua
kali
Asbab Al-wurud:
Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ibnu Abi Hatim
yang bersumber dari Asma binti Yazid bin As-Sakan: Bahwa Asma binti Yazid
As-Sakan Al-Anshariyyah berkata mengenai turunnya ayat tersebut di atas
(Al-Baqarah : 228) sebagai berikut: “Aku ditalak oleh suamiku di zaman
Rasulullah Saw disaat belum ada hukum ‘iddah bagi wanita yang ditalak, maka
Allah menetapkan hukum ‘iddah bagi wanita yaitu menunggu setelah bersuci dari
tiga kali haid”.
Diriwayatkan oleh At-Tsa’labi dan Hibatullah
bin Salamah dalam kitab An-Nasikh yang bersumber dari Al-Kalbi yang bersumber
dari Muqatil: Bahwa Ismail bin Abdillah Al-Ghaifari menceraikan istrinya
Qathilah di zaman Rasulullah Saw, Ia sendiri tidak mengetahui bahwa istrinya
itu hamil. Setelah ia mengetahuinya, ia rujuk kepada istrinya. Istrinya
melahirkan dan meninggal, demikian juga bayinya. Maka turunlah ayat tersebut di
atas (Al-Baqarah : 228) yang menegaskan betapa pentingnya masa iddah bagi
wanita, untuk mengetahui hamil tidaknya istri.[4]
Analisis
Teks Matan dan Aspek Kebahasaan
Pada pembahasan ini akan dijelaskan analisis teks matan dan aspek kebahasaan.
Berikut adalah tiga hadis yang di fokuskan :
1. Kawin dengan Perempuan Lebih Dari Empat
اسلمت وعندي ثما ن نسوة فذكرت ذلك لنبي صلى
الله عليه وسلم فقال اختر منهن اربعا
اسلمت fiil
madly dengan ‘ta’ sebagai fail nya, و
wau maiyah, عندي
nisbah pada dlomir ‘ana’ , ثما ن نسوة
‘adad dan ma’dud, فذكرت
fiil madli’ dan ‘ta’ sebagai failnya,
ذلك
isim isyaroh yang kembali pada permasalahan awal, لنبي jar
majrur, اختر
fiil amr lilhadir mukhotob ‘anta’, منهن
jar majrur, isim dlomir mabni pada hal majrur, اربعا maf’ul
bih
2. Perempuan yang ditalak tiga
أتريد ين أن ترجعي إلى رفا عة ؟ لا، حتى
تذوقي عسيلته و يذوق عسيلتك.
أتريد ين
fiil mudlori’ jamak mukhotob yang diawali hamzah istifham (pertanyaan), أن ترجعي
fiil mudlori mufrod mukhotob yang kemasukan amil nasab, إلى رفا عة
jar majrur, حتى amil
nasab, تذوقي
fiil mudlori dholir ghoib muannats عسيلته
maf’ul bih, و يذوق
fiil mudlori’ dlomir ‘hua’, عسيلتك
maf’ul bih.
3.
Dasar hukum ruju’
مُرْهُ فَلْيُرَاجِعْهَا, ثُمَّ ليُمْسِكْهَاحَتَّى تَطْهُرَ ثم
تَحِيْضَ ثم تَطْهُرَ ثم اِنْشَاءَ اَمْسِكبَعْدَ ذَلِكَ وَاِنْ شَاءَ طَلِّقْ
قَبْلَ أَنْيَمَسَّ, فَتِلْكَ العِدَّةُ التي أَمَرَ الله ُاَنْ تُطَلِّقَ لَهَا
النِّسَا
اللهِ fiil amrمُرْ(dhomir
mjd maful bih)هُ
فَلْfil mudhori’,maktuf alaihيُرَاجِعْهَا, ثُمَّ lam amr ليُمْسِكْهَا amil nasbحَتَّى تَطْهُرَ ثم تَحِيْضَ ثم تَطْهُرَ ثم huruf syaratاِنْ
mabni شَاءjawab dr sblumاَمْسِكْ dhorof zamanبَعْد isim
isyarohذَلِكَ وَاِنْ
شَاءَ fiil amrطَلِّقْ قَبْلَ amil
nawasib أَنْfiil mudr shahih akhr يَمَسَّ,mubtada فَتِلْكَ العِدَّةُ maushulالتي shilahأَمَرَ الله ُاَنْ تُطَلِّقَ jer لَهَا
النِّسَاءَ
Kisah Harist Bin Qais Al-Asady
اسلمتوعنديثماننسوةفذكرتذلكللنيصلياللهالهوسلمفقالاخترمنهناربعا\
أَبْغَضُ
fiil madli الْحَلَالisim إِلَىkharfu jer اللَّهisim/majrur تَعَالَىfiil mudlor' shahih akhirالطَّلَاق isim
Analisis Kandungan Hukum dalam Hadis
Setelah
menganalisis text matan dan kebahasaan, selanjutnya kan dibahan tentang
kandungan hukum dalam hadist yang menjadi fokus pembahasan.
Kisah Harist Bin Qais Al-Asady
Para shahabat telah sepakat, para imam madzhab
yang empat dan seluruh Ahlus Sunnah wal Jamaah secara ucapan maupun perbuatan
bahwa tidak boleh bagi seorang pria untuk mengumpulkan di bawah tanggung
jawabnya lebih dari 4 orang istri kecuali Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Sehingga barangsiapa tidak menyukai ketentuan tersebut lalu ia mengumpulkan
lebih dari 4 orang istri maka ia telah menyelisihi Al-Qur’an dan Sunnah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam serta keluar dari Ahlus Sunnah wal
Jamaah. [5]
Perempuan Yang Ditalak Tiga
Hadits tersebut menyatakan, baha tidak boleh rujuk sesudah talak tiga, terkecuali
sesudah si perempuan kawin dengan lelaki lain dan disetubuhi oleh si
suami barunya itu.
Ibnul Mundzir berkata:
para ulama sepakat menetapkan, bahwa adanya persetubuhan dengan suami yang
kedua, asalah syarat sah kembali si perempuan itu kepada bekas suaminya yang
pertama. Hanya Sa’id Ibnul Musayyab llah yang membolehkan dinikahi kembali oleh
bekas suami paertama asal sudah dikawini oleh seseorang, walaupun dia tidak
menyetubuhinya.
Ibnul Mundzir berkata
pula: pendapat Sa’id ini, tidak ada yang mengikutinya selain dari golongan
khawarij. Mungkin sekali hadits-hadits ini tidak sampai kepada Sa’id, beliau
hanya berpegang kepada dhahir aya al-Qur’an. Pendapat Sa’id ini diterangkan
juga oleh An-Nahhas dalam kitab Ma’anil Qur’an. Dan oleh Abdul Wahab
Al-Maliky dalam Ar-Risalah dari Sa’id ibn Jubair. Dan oleh Ibnu Jauzi dari
Daud.
Ulama-ulama malikiyah
mensyaratkan sahnya suami pertama kembali kepada bekas isterinya, adalah
jikamperkawinan yang dilakukan oleh suami yang kedua, bukan dengan maksud
menghalalkan si isteri bagi bekas suaminya yang pertama.
Diterangkan oleh
Ash-San’any, para ulama ber ijma’ bahwa si suami berhak merujuki
isteri-isterinya yang ditalak dengan talak raj’i selama dalam iddah tanpa
diperlukan keridlaan isteri dan keridlaan walinya, asal saja talak itu
dilakukan sesudah pernah disetubuhi, sedang rujuk yang dilakukan itu rujuk yang
disepakati olehnya oleh semua ulama, bukan rujuk yang diperselisihkan.
Talaq Adalah Perkara Yang Paling Dibenci Allah
Perkara halal yang paling dibenci Allah adalah
talak, secara matan maknanya bertentangan dengan apa yang terkandung dalam QS.
an-Nisa, 4: 130 yang menyebutkan, Apabila keduanya (suami-isteri yang
berselisih) berpisah (secara baik-baik dan demi kebaikan bersama), niscaya
Allah akan menjadikan bagi masing-masing dari keduanya ghina (ketercukupan
dalam penyelesaian masalah) karena kemaha lapangan-Nya.
Ayat ini jelas-jelas menyebutkan, apabila talak
memang merupakan jalan terbaik bagi suami-isteri yang berselisih, kemudian
dilakukan secara baik-baik dan demi kemaslahatan bersama, maka yang demikian
itu direstui oleh Allah dan karenanya Allah akan melimpahkan berkah berupa ghina
kepada mereka. Isi dan makna yang
terkandung dalam ayat ini tentunya sangat bertentangan dengan apa yang
terkandung dalam teks riwayat di atas.
Menurut al-Asqallani
perceraian yang dibenci adalah perceraian yang terjadi karena tidak ada sebab
yang jelas.Menurut al-Khattabi, maksud dibencinya perceraian itu karena adanya
sesuatu hal yang menyebabkan terjadi perceraian tersebut, seperti perlakuan yang
buruk dan tidak adanya kecocokan. Jadi yang dibenci bukanlah perceraian itu
sendiri, tapi hal lain yang menyebabkan terjadi perceraian. Allah sendiri
membolehkan perceraian.Di samping itu, Nabi juga pernah menceraikan beberapa
istri beliau, meski ada yang beliau rujuk kembali.[6]
Paralel dengan perceraian, dalam syariat Islam
juga terdapat sesuatu yang halal, tapi dibenci.Hal itu seperti seseorang
melaksanakan shalat di rumah, padahal tidak ada alasan yang membuatnya tidak
bisa shalat di masjid.Begitu pula seperti melaksanakan jual beli di saat
berkumandang azan Jumat. Di sisi lain, setan memang paling menyukai terjadinya
perceraian antara suami istri padahal perceraian merupakan sesuatu yang paling
dibenci oleh Allah.[7]
Dasar Hukum Ruju’
Dari
keterangan di atas dapat diambil kesimpulan bahwsasannya mentalak istri dalam
keadaan haidh adalah dilarang oleh agama atau syariat, hal tersebut biasa
dibuktikan dengan perintah rasulullah yang menyuruh abdullah bin umar via umar
bin khattab untuk merujuk istrinya yang
notabene ia ceraikan dimasa haid.Hadist tersebut secara eksplisit menyinggung
tentang pelaksanaan rujuk sebagaimana yng disinggung oleh taqiyuddin abu bakar
dalam kifayatul akhyar bahwa hadist di atas menjadi rujukan dan dasar tentang
pensayariatan rujuk.Sedangkan menurut As-Syafi'i bahwa tenggang waktu yang di
tentukan dalam hadist di atas itu adalah merupakan manifestasi dali nash
al-Qur'an yamnh berbunyi tiga kali sucian sebagaiman yang dikutib oleh
At-Thahawi. Lebih lanjut menurut As-Syafi'i bahwa filosofis dari penentuan itu
adalah untuk mengetahui keadaan rahim sang istri.
Massa Rujuk
Empat Imam (Maliki, Hanafi, Hambali,
dan Syafi’i) telah mengecualikan hamba sahaya dari keumuman ayat tersebut.
Menurut mereka, jika hamba sahaya itu diceraikan, maka ia hanya perlu menunggu
dua guru’ saja, karena mereka berkedudukan setengah dari wanita merdeka,
sedangkan quru’ itu sendiri tidak dapat dibagi menjadi dua. Sehingga cukup bagi
para hamba sahaya untuk menunggu dua quru’ saja.
Saksi
Ruju’
Para ulama
sepakat bahwa keberadaan saksi tidak disyariatkannya dalam perceraian,
sebagaimana dijelaskan Imam Asy-Syaukani dalam kitab Nail Al-Authar, 6:267.
Namun, tetap namanya Fiqh, pastilah terjadi khilaf di antara para ulama,
terutama tentang keberadaan saksi dalam rujuk.Pendapat yang rajih dalam hal ini
adalah yang berpendapat bahwa saksi tidak wajib ada,namun bila ada saksi maka
itu yang lebih baik. Para ulama, yang tidak mewajibkan saksi dalam rujuk,
berselisih pendapat dalam cara rujuk yang diakui syariat. Ada yang menyatakan
bahwa cukup dengan berhubungan suami-istri, ada yang menyatakan bahwa harus
dengan niat rujuk, dan ada yang menyatakan bahwa harus dengan ucapan.Pendapat
yang rajih adalah bahwa rujuk dikatakan sah dengan adanya perbuatan atau
perkataan yang menunjukan rujuknya pasangan suami-isteri tersebut, baik dengan
hubungan suami-istri atau perkataan.Dalam masyarakat sering terjadi persoalan
sederhana malah dipersulit dalam proses dan harus berbelit-belit, sehingga yang
seharusnya orang sudah berniat untuk ruju’ (kembali) menjadi urung (batal)[8]
Teks Al-Qur’an yang Berkaitan dengan
Hadis
dalam
pembahasan ini dijelaskan ayat alqur’an yang berkaitan dengan hadist yang
menjadi fokus pembahasan.
1.
Qs. Al-Baqarah: 241
وَلِلْمُـطَلَّقَـتِ
مَتَعٌ بِالْمَعْـرُوفِ ۖ حَقًّا عَلَى الْمُتَّـقِـيْنَ
“Dan bagi wanita-wanita yang diceraikan, hendaklah diberi mut’ah menurut cara yang patut, sebagai suatu kewajiban bagi orang-orang yang bertaqwa.” (Qs. Al-Baqarah: 241)[9]
2. Q.S At-Thalaq : 1
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاء فَطَلِّقُوهُنَّ
لِعِدَّتِهِنَّ وَأَحْصُوا الْعِدَّةَ وَاتَّقُوا اللَّهَ رَبَّكُمْ لَا
تُخْرِجُوهُنَّ مِن بُيُوتِهِنَّوَلَا يَخْرُجْنَ إِلَّا أَن يَأْتِينَ
بِفَاحِشَةٍ مُّبَيِّنَةٍ وَتِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ وَمَن يَتَعَدَّ حُدُودَ
اللَّهِ فَقَدْ ظَلَمَ نَفْسَهُ لَا تَدْرِي لَعَلَّ اللَّه يُحْدِثُ بَعْدَ
ذَلِكَ أَمْراً-
“Wahai Nabi! Apabila
kamu menceraikan istri-istrimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu
mereka dapat (menghadapi) idahnya (yang wajar), dan hitunglah waktu idah itu,
serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu.Janganlah kamu keluarkan mereka dari
rumahnya dan janganlah (diizinkan) keluar kecuali jika mereka mengerjakan
perbuatan keji yang jelas.Itulah hukum-hukum Allah, dan barangsiapa melanggar
hukum -hukum Allah, maka sungguh, dia telah berbuat zalim terhadap dirinya
sendiri.Kamu tidak mengetahui barangkali setelah itu Allah Mengadakan suatu
ketentuan yang baru.”[10]
3.
Q.S
Al-Ahdzab : 49
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نَكَحْتُمُ المُؤْمِنَاتِ ثُمَّ طَلَّقْتُمُوهُنَّ
مِنْ قَبْلِ أَنْ تَمَسُّوهُنَّ فَمَا لَكُمْ عَلَيْهِنَّ مِنْ عِدَّةٍ
تَعْتَدُّونَهَا
“Wahai
orang-orang yang beriman!Apabila kamu menikahi perempuan-perempuan mukmin,
kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya maka tidak ada masa
iddah atas mereka yang perlu kamu perhitungkan.” (al-Ahdzab:
49).[11]
4.
Al-Baqoroh: 228
وَالْمُطَلَّقَاتُ
يَتَرَبَّصْنَ بِأَنفُسِهِنَّ ثَلاَثَةَ قُرُوَءٍ وَلاَ يَحِلُّ لَهُنَّ أَن
يَكْتُمْنَ مَا خَلَقَ اللّهُ فِي أَرْحَامِهِنَّ إِن كُنَّ يُؤْمِنبِاللّهِ
وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَبُعُولَتُهُنَّ أَحَقُّ بِرَدِّهِنَّ فِي ذَلِكَ إِنْ
أَرَادُواْ إِصْلاَحاً وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوف
وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ وَاللّهُ عَزِيزٌ حَكُيمٌ
“Dan para istri yang
diceraikan (wajib) menahan diri mereka (menunggu) tiga kali qurū’. Tidak boleh
bagi mereka menyembunyikan apa yang Diciptakan Allah dalam rahim mereka, jika
mereka beriman kepada Allah dan hari akhir. Dan para suami mereka lebih berhak
kembali kepada mereka dalam (masa) itu, jika mereka menghendaki perbaikan. Dan
mereka (para perempuan) mempunyai hak seimbang dengan kewajibannya menurut cara
yang patut.Tetapi para suami mempunyai kelebihan di atas mereka.Allah Maha
Perkasa, Maha Bijaksana”.[12]
5. Q.S Al-Baqoroh : 229
-
الطَّلاَقُ مَرَّتَانِ فَإِمْسَاكٌ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحٌ بِإِحْسَانٍ وَلاَ
يَحِلُّ لَكُمْ أَن تَأْخُذُواْ مِمَّا آتَيْتُمُوهُنَّ شَيْئاً إِلاَّ أَن
يَخَافَا أَلاَّ يُقِيمَا حُدُودَ اللّهِ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلاَّ يُقِيمَا حُدُودَ
اللّهِ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْهِمَا فِيمَا افْتَدَتْ بِهِ تِلْكَ حُدُودُ اللّهِ
فَلاَ تَعْتَدُوهَا وَمَن يَتَعَدَّ حُدُودَ اللّهِ فَأُوْلَـئِكَ هُمُ الظَّالِمُون
“Talak (yang dapat dirujuk) itu dua kali.(Setelah itu suami dapat) menahan
dengan baik, atau melepaskan dengan baik.Tidak halal bagi kamu mengambil
kembali sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali keduanya (suami
dan istri) khawatir tidak mampu menjalankan hukum-hukum Allah.Jika kamu (wali)
khawatir bahwa keduanya tidak mampu menjalankan hukum-hukum Allah, maka
keduanya tidak berdosa atas bayaran yang (harus) diberikan (oleh istri) untuk
menebus dirinyaItulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu
melanggarnya.Barangsiapa melanggar hukum-hukum Allah, mereka itulah orang-orang
zalim.”[13]
6. Q.S An-Nisa’ : 19
فَإِنْ
كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللهُ فِيهِ خَيْرًا
كَثِيرًا
“Kemudian
bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak
menyukai sesuatu, Padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.”(An-Nisa’ : 19)[14]
7.
Q.S At-Thalaq :
2
فَأَمْسِكُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ
Artinya:
“Maka
rujukilah mereka dengan baik” (QS. Ath Tholaq: 2). [15]
[1] HR. Abu daud
[2]H.R. Al-Jama’ah; Al-Muntaqaha II:617
[3] H.R Abu Daud an Nasa’i; Al Muntaqa II:616
[4]http://alquran-asbabunnuzul.blogspot.co.id/2011/12/al-baqarah-ayat-228.html
[5]Fatwa-fatwa Ulama Ahlus Sunnah Seputar
Pernikahan, Hubungan Suami Istri dan Percerain oleh Amin bin Yahya Ad-Duwaisi (penerjemah:
Abu Abdirrahman Muhammad bin Munir), penerbit: Qaulan Karima, Purwokerto. Hal.
207-209.
[6]. Aun
al-Mabud Syarh Sunan Abi Daud, juz 6, hal. 226
[7]Mirqah
al-Mafatih, juz 6, hal. 420
[8]Imam Asy-Syaukani dalam kitab Nail Al-Authar, 6:267
[9]Qs. Al-Baqarah: 241
[10]Q.S At-Thalaq : 1
[11] Q.S Al-Ahdzab : 49
[12] Q.S Al Baqoroh : 228
[13] Q.S Al- Baqoroh : 229
[14] Q.S An-nisa’ : 19
[15] Q.S At-Thalak : 2