Labels

22 Feb 2017

Hadis- Hadis Tentang Talaq dan Ruju

https://loronghki.blogspot.co.id/

Hadits tentang talak dan Ruju’ jumlahnya banyak sekali, antara riwayat yang satu dengan yang lain berbeda-beda baik dalam sanad maupun matannya.Fokus dalam pembahasan talak, hadits yang diambil adalah hadits yang benar-benar mengena dan sesuai dengan judul makalah ini dari sekian banyak hadits yang ada.
Adapun hadits yang dimaksud adalah hadits Imam Abu Dawud sebagai berikut:
Thalaq merupakan perkara yang dibenci Allah

حَدَّثَنَا كَثِيرُ بْنُ عُبَيْدٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ خَالِدٍ عَنْ مُعَرِّفِ بْنِ وَاصِلٍ عَنْ مُحَارِبِ بْنِ دِثَارٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَبْغَضُ الْحَلَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى الطَّلَاق

"Perkara halal yang paling dibenci oleh Allah Ta’alaa adalah menjatuhkan thalaq"(H.R. Abu dawud)[1]

Kisah Harist Bin Qais Al-Asady

Dalam kitab Abu Daud dari Harit bin Qais, ia berkata :
اسلمتوعنديثماننسوةفذكرتذلكللنيصلياللهالهوسلمفقالاخترمنهناربعا

“Saya masuk Islam bersama-sama dengan delapan istri saya.lalu sayaceritakan hal itu kepada Nabi SAW. Maka sabda beliau.“ Pilihlah empatorang di antara mereka “
Namun dalam riwayat lain Imam Malik meriwayatkan dalam al-Muwata’, Nasa’i, dan Daruqutnidalam masing-masing Sunannya. Bahwa Nabi berkata kepada Ghailan bin Umayyah at-Tsaqafi yang masuk islam, padahal ia punya sepuluh istri beliau bersabda kepadanya. “Pilihlah empat orang di antara mereka dan ceraikanlah yang lainya” ( Sabiq,1981: 275)
Yang Berhak Menalak
الطلاق بيد من اخذ با السا ق
“thalaq itu ditangan oarang yang memegang betis”



Perempuan yang ditalak Tiga

وعن عائشة قالت جاءت امراةرفاعة القرظى الى النبى صلى الله عليه واله وسلم, فقالت : كنت عند رفاعة القرظى فطلقنى, فبث طلاقى فتزوجت بعده عبد الرحمن بن الزبير, وانما معه مثل هدبة الثوب. فقال <اتريدين ان ترجعى الى رفاعة؟ لا, حتى تذوقى عسيلته ويدوق, عسيلتك> رواه الجماعة                 
Isteri Rifa’ah Al-Quradzy datang kepada Nabi saw. Dan berkata : Aku isteri Rifa’ah Al-Quradzy, dia mentalak aku dan dia menghabiskan talakku. Karena itu aku bernikah dengan Abdur  Rahman ibn Zubair, tetapi apa yang adapadanya(kelakuannya) adalah serupa ujung kain. Maka Nabi saw. Berkata: Apakah engkau mau kembali kepada Rifa’ah? Tidak boleh, sehingga engkau merasakan madunya dan dia merasakan madumu.[2]

Dasar Hukum Ruju’
حَدَثَنَا القَعْنَبِي عَنْ مَالِك عَنْ نَافِع عَنْ عَبْدِ الله ابن عُمَر اَنَّهُ طَلَّقَ اِمْرَأَتَهُ وَهِيَ حَائِضٌ على عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ صلعم. فَسَأَلَ عُمَرُ ابْنُ الخَطَّابِ رَسُولَ اللهِ عَنْ ذَلِكَ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ مُرْهُ فَلْيُرَاجِعْهَا, ثُمَّ ليُمْسِكْهَاحَتَّى تَطْهُرَ ثم تَحِيْضَ ثم تَطْهُرَ ثم اِنْشَاءَ اَمْسِكبَعْدَ ذَلِكَ وَاِنْ شَاءَ طَلِّقْ قَبْلَ أَنْيَمَسَّ, فَتِلْكَ العِدَّةُ التي أَمَرَ الله ُاَنْ تُطَلِّقَ لَهَا النِّسَاءَ

Al-Qa’nabi bercerita kepada kami dari Malik dari Nafi’ dari Abdillah ibnu Umar, bahwa beliau mentalak istrinya sedang dia dalam keadaan datang bulan dimasa Rasul SAW.kemudian Umar Ibnu Al-Khattab menanyakan hal itu pada Rasul SAW, lalu Rasul bersabda: temui dia! Kemudian suruh merujuk kembali, kemudian biarkan istrinya sampai masa suci, kemudian menjalani masa haid, lalu masa suci, setelah itu jika ia mau, maka setelah itu, biarkan dia tetap menjadi istrinya, dan jika ia mau boleh mentalak sebelum digauli. Masa iddah ini merupakan perintah Allah SWT.Jika mentalak istri-istrinya.
(H. R. Abu Daud)
Massa Rujuk
عن ابن عباس في قوله (والمطلقات ىىيتربصن بأنفسهن ثلاثة قروء ولايحل لهن ان يكتمن ماخلق الله في ارحمهن-الا ية) وذلك  ان الرجل كان اذا طلق امرأته فهواحق برجعتها. وان طلقها ثلاثا. فنسخ ذلك (الطلق مرتان-الاية)رواه أبووداود والنسائ   
“Mengenai  firman Allah dan wanita-wanita yang ditalak menunggu tiga kali suci dan tiada halal bagi mereka menyembunyikan apa yang telah diciptakanAllah di dalam rahim-rahim mereka talak itu dua kali”.[3]
Saksi rujuk

عن عمران بن حصين رضي الله عنه أنه سئل عن الرجل يطلق ثم يراجع ولايشهد , فقال: اشهدعلي طلاقها وعلي رجعها
Artinya: “dari imran bin husain , semoga allah meridhoi atasnya, bahwasanya ia ditanya tentang seorang laki-laki yang mentalaq istrinya kemudian ia merujuknya dengan tidak memakai saksi, maka ia berkata : saksikanlah atas talaknya dan saksikan pulapada Ruju’nya.” (HR.Abu Dawud)
Hukum Talak tiga dalam satu majelis
عن ابنِ عَبّاسٍ قال: طَلّقَ أبُو رُكَانَةَ أُمّ رُكَانَةَ فقال له رسول الله صلى الله عليه وسلم : رَاجِع امْرَأَتَكَ، فقال: إِنّي طَلّقْتُهَا ثَلاَثاً، قال: قَدْ عَلِمْتُ رَاجِعْها. رواه أبو داود
Dari Ibn ‘Abbas, ia berkata, Abu Rukanah telah menalak Ummu Rukanah, lalu Rasulullah SAW berkata kepadanya, “Rujuklah isterimu itu.” Lalu ia menjawab, “Sudah aku talak tiga ia.” Beliau berkata, “Aku sudah tahu, rujuklah ia.” (HR.Abu Daud)

Asbabul Wurud Hadist

Berikut dijelaskan asbabul wurud dari hadist-hadist diatas, guna untuk mendalami dan mengetahui sebab-sebab adanya hadis tersebut, selain itu juga diharapkan akan membuka pengetahuan para pembaca mengenai kisah dibalik turunnya hadist tersebut. namun, tidak semua hadist memiliki asbabul wurud, terkadang hadist tersebut muncul untuk menjelasskan hadist lain jadi tidak semua hadist memiliki catatan historis.

Thalaq merupakan perkara yang dibenci Allah

"Perkara halal yang paling dibenci oleh Allah Ta’alaa adalah menjatuhkan
thalaq"(H.R. Abu dawud)
Asbab Al-Wurud :
Imam al-Baihaqi dalam kitabnya, as-Sunan al-Kubra, mengeluarkan riwayat dari Muharib ibn Ditsar, dia berkata: Di zaman Nabi, ada seorang laki-laki yang menikah dengan seorang perempuan, ke-mudian ia menceraikannya. Nabi bertanya kepadanya: Apakah kamu sudah menikah?. Sudah, jawabnya. Lalu, apa yang terjadi? tanya Nabi. Aku telah menceraikannya. Apakah karena ada sesuatu yang mencuri-gakan dari isterimu?. Tidak. Kemudian, laki-laki itu menikah dengan perempuan lain dan menceraikannya lagi. Dan begitu dia melakukannya hingga dua atau tiga kali, sementara Nabi selalu mengomentarinya dengan hal yang sama. Oleh karena itu Nabi kemudian bersabda: Sesungguhnya perkara halal yang paling dibenci Allah adalah talak. Hadis ini statusnya adalah mursal. Dengan demikian, ketentuan bahwa talak merupakan perkara halal yang paling dibenci Tuhan, kalau hal itu memang harus dikemukakan pada ceramah-ceramah atau tausiah-tausiah, maka pemahamannya adalah sebagaimana dijelaskan dalam hadis riwayat al-Baihaqi di atas. Yaitu, bahwa ketentuan tersebut hanya berlaku bagi mereka yang suka kawin-cerai hanya untuk bersenang-senang dan tanpa alasan tertentu yang dibenarkan menurut syariat

Kisah Harist Bin Qais Al-Asady

“Saya masuk Islam bersama-sama dengan delapan istri saya.lalu saya
ceritakan hal itu kepada Nabi SAW. Maka sabda beliau.“ Pilihlah empat
orang di antara mereka “

Asbab Al-Wurud :
“Saya masuk Islam sementara saya memiliki 8 istri.Saya datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam lalu saya ceritakan hal tersebut kepada beliau. Beliau pun berkata: ‘Pilihlah olehmu diantara mereka empat orang saja’.”
Juga apa yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Abdullah bin Umar bahwa ia berkata (yang artinya):
“Ghilan Ats-Tsaqafi masuk Islam sementara ia memiliki 10 istri di masa jahiliyyah.Merekapun masuk Islam bersama Ghilan, lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan kepadanya untuk memilih empat orang saja diantara mereka.”Riwayat ini dikeluarkan pula oleh Ibnu Hibban dan Al-Hakim dan dishahihkan olehnya.

Perempuan yang ditalak Tiga
Isteri Rifa’ah Al-Quradzy datang kepada Nabi saw. Dan berkata : Aku isteri Rifa’ah Al-Quradzy, dia mentalak aku dan dia menghabiskan talakku. Karena itu aku bernikah dengan Abdur  Rahman ibn Zubair, tetapi apa yang adapadanya(kelakuannya) adalah serupa ujung kain. Maka Nabi saw. Berkata: Apakah engkau mau kembali kepada Rifa’ah? Tidak boleh, sehingga engkau merasakan madunya dan dia merasakan madumu.
Asbab Al-Wurud :
Aisyah berkata “Istri Rif’ah Al-Qurazhi datang menghadap Nabi” dan berkata, “Aku menikah dengan Rif’ah, kemudia dia menceraikanku dengan talak tiga.Kemudian aku menikah dengan Abdurrahman Ibnu Zubair.Dan perkawinanku dengannya bagaikan ujung baju yang tidak bertenun”.Maka Rasulullah bersabda berdasarkan hadis tersebut.Artinya, bahwa ketika Istri Rif’ah bercerai dengan suaminya dengan talak tiga.Kemudian istri tersebut menikah dengan laki-laki lain yaitu Abdurrahman Ibnu Zubair.Dan pada suatu saat istri Rif’ah ingin kembali dengan suami yang pertama yaitu Rif’ah Al-Qurazhi.Maka, Rasulullah menyuruh istri Rif’ah untuk melakukan persetubuhan dengan Abdurrahman Ibnu Zubair ba’da dukhul atau sampai merasakan kenikmatan persetubuhan.

Dasar Hukum Ruju’
Al-Qa’nabi bercerita kepada kami dari Malik dari Nafi’ dari Abdillah ibnu Umar, bahwa beliau mentalak istrinya sedang dia dalam keadaan datang bulan dimasa Rasul SAW.kemudian Umar Ibnu Al-Khattab menanyakan hal itu pada Rasul SAW, lalu Rasul bersabda: temui dia! Kemudian suruh merujuk kembali, kemudian biarkan istrinya sampai masa suci, kemudian menjalani masa haid, lalu masa suci, setelah itu jika ia mau, maka setelah itu, biarkan dia tetap menjadi istrinya, dan jika ia mau boleh mentalak sebelum digauli. Masa iddah ini merupakan perintah Allah SWT.Jika mentalak istri-istrinya.
Asbab Al-Wurud :
Hadist diatas berawal dari kisah abdullah bin umar yang menceraikan istrinya yaitu Aminah binti Ghiffar al-Nawwar di waktu haid kemudian oleh ayahnya yaitu umar bin khattab hal itu dalaporkan kepada rasulllah. Reaksi rasul ketika mendengar cerita umar adalah menyuruhnya untuk memerintahkan pada anaknya agar merujuk istrinya dan menunggu sampai dua kali suci dan satu kali haid jika memeng ingin mencerikannya atau meneruskan perkawinannya.Dari keterangan di atas dapat diambil kesimpulan bahwsasannya mentalak istri dalam keadaan haidh adalah dilarang oleh agama atau syariat, hal tersebut biasa dibuktikan dengan perintah rasulullah yang menyuruh abdullah bin umar via umar bin khattab u nti\uk merujuk istrinya yang notabene ia cereikan dimasa haid.Hadist tersebut secara eksplisit menyinggung tentang pelaksanaan rujuk sebagaimana yng disinggung oleh taqiyuddin abu bakar dalam kifayatul akhyar bahwa hadist di atas menjadi rujukan dan dasar tentang pensayariatan rujuk



.
Masa Rujuk

“Mengenai  firman Allah dan wanita-wanita yang ditalak menunggu tiga kali suci dan tiada halal bagi mereka menyembunyikan apa yang telah diciptakanAllah di dalam rahim-rahim mereka talak itu dua kali

Asbab Al-wurud:
Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Asma binti Yazid bin As-Sakan: Bahwa Asma binti Yazid As-Sakan Al-Anshariyyah berkata mengenai turunnya ayat tersebut di atas (Al-Baqarah : 228) sebagai berikut: “Aku ditalak oleh suamiku di zaman Rasulullah Saw disaat belum ada hukum ‘iddah bagi wanita yang ditalak, maka Allah menetapkan hukum ‘iddah bagi wanita yaitu menunggu setelah bersuci dari tiga kali haid”.
Diriwayatkan oleh At-Tsa’labi dan Hibatullah bin Salamah dalam kitab An-Nasikh yang bersumber dari Al-Kalbi yang bersumber dari Muqatil: Bahwa Ismail bin Abdillah Al-Ghaifari menceraikan istrinya Qathilah di zaman Rasulullah Saw, Ia sendiri tidak mengetahui bahwa istrinya itu hamil. Setelah ia mengetahuinya, ia rujuk kepada istrinya. Istrinya melahirkan dan meninggal, demikian juga bayinya. Maka turunlah ayat tersebut di atas (Al-Baqarah : 228) yang menegaskan betapa pentingnya masa iddah bagi wanita, untuk mengetahui hamil tidaknya istri.[4]

Analisis Teks Matan dan Aspek Kebahasaan

Pada pembahasan ini akan dijelaskan analisis teks matan dan aspek kebahasaan. Berikut adalah tiga hadis yang di fokuskan :
1.      Kawin dengan Perempuan Lebih Dari Empat

اسلمت وعندي ثما ن نسوة فذكرت ذلك لنبي صلى الله عليه وسلم فقال اختر منهن اربعا
اسلمت fiil madly dengan ‘ta’ sebagai fail nya, و wau maiyah, عندي nisbah pada dlomir ‘ana’ , ثما ن نسوة ‘adad dan ma’dud, فذكرت fiil madli’ dan ‘ta’ sebagai failnya, ذلك isim isyaroh yang kembali pada permasalahan awal, لنبي jar majrur, اختر fiil amr lilhadir mukhotob ‘anta’, منهن jar majrur, isim dlomir mabni pada hal majrur, اربعا maf’ul bih

2. Perempuan yang ditalak tiga

أتريد ين أن ترجعي إلى رفا عة ؟ لا، حتى تذوقي عسيلته و يذوق عسيلتك.
أتريد ين fiil mudlori’ jamak mukhotob yang diawali hamzah istifham (pertanyaan), أن ترجعي fiil mudlori mufrod mukhotob yang kemasukan amil nasab, إلى رفا عة jar majrur,   حتى amil nasab, تذوقي fiil mudlori dholir ghoib muannats عسيلته maf’ul bih, و يذوق fiil mudlori’ dlomir ‘hua’, عسيلتك maf’ul bih.
3.      Dasar hukum ruju’

مُرْهُ فَلْيُرَاجِعْهَا, ثُمَّ ليُمْسِكْهَاحَتَّى تَطْهُرَ ثم تَحِيْضَ ثم تَطْهُرَ ثم اِنْشَاءَ اَمْسِكبَعْدَ ذَلِكَ وَاِنْ شَاءَ طَلِّقْ قَبْلَ أَنْيَمَسَّ, فَتِلْكَ العِدَّةُ التي أَمَرَ الله ُاَنْ تُطَلِّقَ لَهَا النِّسَا

اللهِ fiil amrمُرْ(dhomir mjd maful bih)هُ فَلْfil mudhori’,maktuf alaihيُرَاجِعْهَا, ثُمَّ lam amr ليُمْسِكْهَا amil nasbحَتَّى تَطْهُرَ ثم تَحِيْضَ ثم تَطْهُرَ ثم huruf syaratاِنْ mabni شَاءjawab dr sblumاَمْسِكْ dhorof zamanبَعْد  isim isyarohذَلِكَ وَاِنْ شَاءَ fiil amrطَلِّقْ قَبْلَ amil nawasib أَنْfiil mudr shahih akhr يَمَسَّ,mubtada  فَتِلْكَ العِدَّةُ maushulالتي shilahأَمَرَ الله ُاَنْ تُطَلِّقَ jer لَهَا النِّسَاءَ
Kisah Harist Bin Qais Al-Asady
اسلمتوعنديثماننسوةفذكرتذلكللنيصلياللهالهوسلمفقالاخترمنهناربعا\

أَبْغَضُ fiil madli الْحَلَالisim إِلَىkharfu jer اللَّهisim/majrur  تَعَالَىfiil mudlor' shahih akhirالطَّلَاق isim
Analisis Kandungan Hukum dalam Hadis
Setelah menganalisis text matan dan kebahasaan, selanjutnya kan dibahan tentang kandungan hukum dalam hadist yang menjadi fokus pembahasan.

Kisah Harist Bin Qais Al-Asady
Para shahabat telah sepakat, para imam madzhab yang empat dan seluruh Ahlus Sunnah wal Jamaah secara ucapan maupun perbuatan bahwa tidak boleh bagi seorang pria untuk mengumpulkan di bawah tanggung jawabnya lebih dari 4 orang istri kecuali Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Sehingga barangsiapa tidak menyukai ketentuan tersebut lalu ia mengumpulkan lebih dari 4 orang istri maka ia telah menyelisihi Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam serta keluar dari Ahlus Sunnah wal Jamaah. [5]

Perempuan Yang Ditalak Tiga

Hadits tersebut menyatakan, baha tidak  boleh rujuk sesudah talak tiga, terkecuali sesudah si  perempuan kawin dengan lelaki lain dan disetubuhi oleh si suami barunya itu.
Ibnul Mundzir berkata: para ulama sepakat menetapkan, bahwa adanya persetubuhan dengan suami yang kedua, asalah syarat sah kembali si perempuan itu kepada bekas suaminya yang pertama. Hanya Sa’id Ibnul Musayyab llah yang membolehkan dinikahi kembali oleh bekas suami paertama asal sudah dikawini oleh seseorang, walaupun dia tidak menyetubuhinya.

Ibnul Mundzir berkata pula: pendapat Sa’id ini, tidak ada yang mengikutinya selain dari golongan khawarij. Mungkin sekali hadits-hadits ini tidak sampai kepada Sa’id, beliau hanya berpegang kepada dhahir aya al-Qur’an. Pendapat Sa’id ini diterangkan juga oleh An-Nahhas dalam kitab Ma’anil Qur’an. Dan oleh Abdul Wahab Al-Maliky dalam Ar-Risalah dari Sa’id ibn Jubair. Dan oleh Ibnu Jauzi dari Daud.
Ulama-ulama malikiyah mensyaratkan  sahnya suami pertama kembali kepada bekas isterinya, adalah jikamperkawinan yang dilakukan oleh suami yang kedua, bukan dengan maksud menghalalkan si isteri bagi bekas suaminya yang pertama.
Diterangkan oleh Ash-San’any, para ulama ber ijma’ bahwa si suami berhak merujuki isteri-isterinya yang ditalak dengan talak raj’i selama dalam iddah tanpa diperlukan keridlaan isteri dan keridlaan walinya, asal saja talak itu dilakukan sesudah pernah disetubuhi, sedang rujuk yang dilakukan itu rujuk yang disepakati olehnya oleh semua ulama, bukan rujuk yang diperselisihkan.

Talaq Adalah Perkara Yang Paling Dibenci Allah
Perkara halal yang paling dibenci Allah adalah talak, secara matan maknanya bertentangan dengan apa yang terkandung dalam QS. an-Nisa, 4: 130 yang menyebutkan, Apabila keduanya (suami-isteri yang berselisih) berpisah (secara baik-baik dan demi kebaikan bersama), niscaya Allah akan menjadikan bagi masing-masing dari keduanya ghina (ketercukupan dalam penyelesaian masalah) karena kemaha lapangan-Nya.
Ayat ini jelas-jelas menyebutkan, apabila talak memang merupakan jalan terbaik bagi suami-isteri yang berselisih, kemudian dilakukan secara baik-baik dan demi kemaslahatan bersama, maka yang demikian itu direstui oleh Allah dan karenanya Allah akan melimpahkan berkah berupa ghina kepada mereka. Isi dan makna yang terkandung dalam ayat ini tentunya sangat bertentangan dengan apa yang terkandung dalam teks riwayat di atas.
Menurut al-Asqallani perceraian yang dibenci adalah perceraian yang terjadi karena tidak ada sebab yang jelas.Menurut al-Khattabi, maksud dibencinya perceraian itu karena adanya sesuatu hal yang menyebabkan terjadi perceraian tersebut, seperti perlakuan yang buruk dan tidak adanya kecocokan. Jadi yang dibenci bukanlah perceraian itu sendiri, tapi hal lain yang menyebabkan terjadi perceraian. Allah sendiri membolehkan perceraian.Di samping itu, Nabi juga pernah menceraikan beberapa istri beliau, meski ada yang beliau rujuk kembali.[6]
Paralel dengan perceraian, dalam syariat Islam juga terdapat sesuatu yang halal, tapi dibenci.Hal itu seperti seseorang melaksanakan shalat di rumah, padahal tidak ada alasan yang membuatnya tidak bisa shalat di masjid.Begitu pula seperti melaksanakan jual beli di saat berkumandang azan Jumat. Di sisi lain, setan memang paling menyukai terjadinya perceraian antara suami istri padahal perceraian merupakan sesuatu yang paling dibenci oleh Allah.[7]

Dasar Hukum Ruju’
Dari keterangan di atas dapat diambil kesimpulan bahwsasannya mentalak istri dalam keadaan haidh adalah dilarang oleh agama atau syariat, hal tersebut biasa dibuktikan dengan perintah rasulullah yang menyuruh abdullah bin umar via umar bin khattab    untuk merujuk istrinya yang notabene ia ceraikan dimasa haid.Hadist tersebut secara eksplisit menyinggung tentang pelaksanaan rujuk sebagaimana yng disinggung oleh taqiyuddin abu bakar dalam kifayatul akhyar bahwa hadist di atas menjadi rujukan dan dasar tentang pensayariatan rujuk.Sedangkan menurut As-Syafi'i bahwa tenggang waktu yang di tentukan dalam hadist di atas itu adalah merupakan manifestasi dali nash al-Qur'an yamnh berbunyi tiga kali sucian sebagaiman yang dikutib oleh At-Thahawi. Lebih lanjut menurut As-Syafi'i bahwa filosofis dari penentuan itu adalah untuk mengetahui keadaan rahim sang istri.
Massa Rujuk
Empat Imam (Maliki, Hanafi, Hambali, dan Syafi’i) telah mengecualikan hamba sahaya dari keumuman ayat tersebut. Menurut mereka, jika hamba sahaya itu diceraikan, maka ia hanya perlu menunggu dua guru’ saja, karena mereka berkedudukan setengah dari wanita merdeka, sedangkan quru’ itu sendiri tidak dapat dibagi menjadi dua. Sehingga cukup bagi para hamba sahaya untuk menunggu dua quru’ saja.
Saksi Ruju’
Para ulama sepakat bahwa keberadaan saksi tidak disyariatkannya dalam perceraian, sebagaimana dijelaskan Imam Asy-Syaukani dalam kitab Nail Al-Authar, 6:267. Namun, tetap namanya Fiqh, pastilah terjadi khilaf di antara para ulama, terutama tentang keberadaan saksi dalam rujuk.Pendapat yang rajih dalam hal ini adalah yang berpendapat bahwa saksi tidak wajib ada,namun bila ada saksi maka itu yang lebih baik. Para ulama, yang tidak mewajibkan saksi dalam rujuk, berselisih pendapat dalam cara rujuk yang diakui syariat. Ada yang menyatakan bahwa cukup dengan berhubungan suami-istri, ada yang menyatakan bahwa harus dengan niat rujuk, dan ada yang menyatakan bahwa harus dengan ucapan.Pendapat yang rajih adalah bahwa rujuk dikatakan sah dengan adanya perbuatan atau perkataan yang menunjukan rujuknya pasangan suami-isteri tersebut, baik dengan hubungan suami-istri atau perkataan.Dalam masyarakat sering terjadi persoalan sederhana malah dipersulit dalam proses dan harus berbelit-belit, sehingga yang seharusnya orang sudah berniat untuk ruju’ (kembali) menjadi urung (batal)[8]

Teks Al-Qur’an yang Berkaitan dengan Hadis
dalam pembahasan ini dijelaskan ayat alqur’an yang berkaitan dengan hadist yang menjadi fokus pembahasan.

1.      Qs. Al-Baqarah: 241
وَلِلْمُـطَلَّقَـتِ مَتَعٌ بِالْمَعْـرُوفِ ۖ حَقًّا عَلَى الْمُتَّـقِـيْنَ ۝

Dan bagi wanita-wanita yang diceraikan, hendaklah diberi mut’ah menurut cara yang patut, sebagai suatu kewajiban bagi orang-orang yang bertaqwa.” (Qs. Al-Baqarah: 241)[9]
2.      Q.S At-Thalaq : 1

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاء فَطَلِّقُوهُنَّ لِعِدَّتِهِنَّ وَأَحْصُوا الْعِدَّةَ وَاتَّقُوا اللَّهَ رَبَّكُمْ لَا تُخْرِجُوهُنَّ مِن بُيُوتِهِنَّوَلَا يَخْرُجْنَ إِلَّا أَن يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُّبَيِّنَةٍ وَتِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ وَمَن يَتَعَدَّ حُدُودَ اللَّهِ فَقَدْ ظَلَمَ نَفْسَهُ لَا تَدْرِي لَعَلَّ اللَّه يُحْدِثُ بَعْدَ ذَلِكَ أَمْراً-
Wahai Nabi! Apabila kamu menceraikan istri-istrimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) idahnya (yang wajar), dan hitunglah waktu idah itu, serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu.Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumahnya dan janganlah (diizinkan) keluar kecuali jika mereka mengerjakan perbuatan keji yang jelas.Itulah hukum-hukum Allah, dan barangsiapa melanggar hukum -hukum Allah, maka sungguh, dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri.Kamu tidak mengetahui barangkali setelah itu Allah Mengadakan suatu ketentuan yang baru.”[10]

3.      Q.S Al-Ahdzab : 49
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نَكَحْتُمُ المُؤْمِنَاتِ ثُمَّ طَلَّقْتُمُوهُنَّ مِنْ قَبْلِ أَنْ تَمَسُّوهُنَّ فَمَا لَكُمْ عَلَيْهِنَّ مِنْ عِدَّةٍ تَعْتَدُّونَهَا
“Wahai orang-orang yang beriman!Apabila kamu menikahi perempuan-perempuan mukmin, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya maka tidak ada masa iddah atas mereka yang perlu kamu perhitungkan.” (al-Ahdzab: 49).[11]

4.                  Al-Baqoroh: 228
وَالْمُطَلَّقَاتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنفُسِهِنَّ ثَلاَثَةَ قُرُوَءٍ وَلاَ يَحِلُّ لَهُنَّ أَن يَكْتُمْنَ مَا خَلَقَ اللّهُ فِي أَرْحَامِهِنَّ إِن كُنَّ يُؤْمِنبِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَبُعُولَتُهُنَّ أَحَقُّ بِرَدِّهِنَّ فِي ذَلِكَ إِنْ أَرَادُواْ إِصْلاَحاً وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوف وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ وَاللّهُ عَزِيزٌ حَكُيمٌ

“Dan para istri yang diceraikan (wajib) menahan diri mereka (menunggu) tiga kali qurū’. Tidak boleh bagi mereka menyembunyikan apa yang Diciptakan Allah dalam rahim mereka, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhir. Dan para suami mereka lebih berhak kembali kepada mereka dalam (masa) itu, jika mereka menghendaki perbaikan. Dan mereka (para perempuan) mempunyai hak seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang patut.Tetapi para suami mempunyai kelebihan di atas mereka.Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana”.[12]

5.      Q.S Al-Baqoroh : 229

- الطَّلاَقُ مَرَّتَانِ فَإِمْسَاكٌ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحٌ بِإِحْسَانٍ وَلاَ يَحِلُّ لَكُمْ أَن تَأْخُذُواْ مِمَّا آتَيْتُمُوهُنَّ شَيْئاً إِلاَّ أَن يَخَافَا أَلاَّ يُقِيمَا حُدُودَ اللّهِ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلاَّ يُقِيمَا حُدُودَ اللّهِ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْهِمَا فِيمَا افْتَدَتْ بِهِ تِلْكَ حُدُودُ اللّهِ فَلاَ تَعْتَدُوهَا وَمَن يَتَعَدَّ حُدُودَ اللّهِ فَأُوْلَـئِكَ هُمُ الظَّالِمُون

“Talak (yang dapat dirujuk) itu dua kali.(Setelah itu suami dapat) menahan dengan baik, atau melepaskan dengan baik.Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali keduanya (suami dan istri) khawatir tidak mampu menjalankan hukum-hukum Allah.Jika kamu (wali) khawatir bahwa keduanya tidak mampu menjalankan hukum-hukum Allah, maka keduanya tidak berdosa atas bayaran yang (harus) diberikan (oleh istri) untuk menebus dirinyaItulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya.Barangsiapa melanggar hukum-hukum Allah, mereka itulah orang-orang zalim.”[13]

6.      Q.S An-Nisa’ : 19
 فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا
“Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, Padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.”(An-Nisa’ : 19)[14]

7.      Q.S At-Thalaq : 2
فَأَمْسِكُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ
Artinya:
Maka rujukilah mereka dengan baik” (QS. Ath Tholaq: 2). [15]









[1] HR. Abu daud
[2]H.R. Al-Jama’ah; Al-Muntaqaha II:617

[3] H.R Abu Daud an Nasa’i; Al Muntaqa II:616

[4]http://alquran-asbabunnuzul.blogspot.co.id/2011/12/al-baqarah-ayat-228.html
[5]Fatwa-fatwa Ulama Ahlus Sunnah Seputar Pernikahan, Hubungan Suami Istri dan Percerain oleh Amin bin Yahya Ad-Duwaisi (penerjemah: Abu Abdirrahman Muhammad bin Munir), penerbit: Qaulan Karima, Purwokerto. Hal. 207-209.

[6]. Aun al-Mabud Syarh Sunan Abi Daud, juz 6, hal. 226
[7]Mirqah al-Mafatih, juz 6, hal. 420

[8]Imam Asy-Syaukani dalam kitab Nail Al-Authar, 6:267
[9]Qs. Al-Baqarah: 241

[10]Q.S At-Thalaq : 1
[11] Q.S Al-Ahdzab : 49
[12] Q.S Al Baqoroh : 228
[13] Q.S Al- Baqoroh : 229
[14] Q.S An-nisa’ : 19
[15] Q.S At-Thalak : 2