Aliran hukum alam adalah aliran yang tertua dalam sejarah pemikiran manusia tentang hukum. Menurut aliran ini, selain daripada hukum positif (hukum yang berlaku dimasyarakat) yang merupakan buatan manusia, masih ada hukum yang lain yaitu hukum yang berasal dari Tuhan yang disebut hukum alam.[1][1] Pengertian hukum alam dipandang sebagai hukum yang berlaku universal dan abadi. Hukum alam dianggap lebih tinggi dari hukum yang sengaja dibuat oleh manusia.
Hukum alam mempunyai beberapa arti:
1. Hukum alam merupakan ideal-ideal yang menuntun perkembangan hukum dan pelaksanaannya.
2.
Suatu dasar hukum yang bersifat “moral” yang menjaga jangan sampai terjadi suatu pemisahan secara total antara yang ada sekarang dengan yang seharusnya.
3. Suatu metode untuk menemukan hukum yang sempurna.
4. Isi hukum yang sempurna yang dapat dideduksikan melalui akal
5. Suatu kondisi yang harus ada bagi kehadiran hukum.
Dari pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum alam dapat dibedakan:
1) Hukum alam sebagai suatu metode
2) Hukum alam sebagai suatu substansi.
Hukum alam sebagai metode artinya: Hukum alam dipakai sebagai sarana untuk menciptakan peraturan-peraturanyang mampu untuk menghadapi keadaan yang berlain-lainan. Hukum alam sebagai substansi artinya: hukum alam justru merupakan isi dari suatu norma.
Perkembangan hukum alam sebenarnya sudah mulai muncul pada abad sebelum abad pertengahan. Aliran hukum alam sebelum abad pertengahan dapat ditelusuri dari masa kerajaan Yunani dan Romawi. Pada masa kerajaan Yunani pemikiran tentang hukum yang bercorak teoritis berkembang begitu subur karena:
1. Kecenderungan orang untuk berpikir spekulatif serta persepsi intelektualnya untuk mnyadari adanya tragedi kehudupan manusia serta konflik-konflik dalamkehidupan di dunia.
2. Munculnya fenomena negara kota (polis) yang diikuti kekacauan sosial, konflik-konflik di dalamnya serta pergantian pemerintah yang begitu sering.
Kondisi-kondisi tersebut di atas melahirkan pemikiran-pemikiran yang kritis terhadap hukum dalam kaitannya dengan persoalan kekuasaan dan keadilan. Plato mengemukakan sebuah konsepnya bahwa keadilan akan tercipta apabila seseorang mengurusi pekerjaannya sendiri dan tidak mencampuri urusan orang lain. Aristoteles negara berdasarkan hukum bukanlah alternatif terbaik tetapi alternatif yang paling praktis untuk mencapai kehidupan yang sejahtera. Hukum adalah penjelmaan dari akal, bukan nafsu-nafsu. Hanya akal dan Tuhan saja yang boleh memerintah.
Sumbangan Aristoteles yang lain adalah konsepsinya tentang keadilan yaitu : keadilan distributif dan keadilan komulatif. Keadilan distributif menyangkut pembagian barang dan kehormatan kepada masing-masing orang sesuai dengan tempatnya di masyarakat. Sedangkan keadilan komulatif adalah standar umum guna memperbaiki atau memulihkan konsekuensi-konsekuensi dari suatu tindakan yang telah dilakukan dalam hubungannya dengan orang lain.
Pada abad pertengahan hukum alam berkembang makin pesat. Banyak pemikir-pemikir baru setelah Plato dan Aristoteles yang muncul pada abad sebelumnya. Berdasar pada sumbernya, aliran hukum alam dapat dibedakan menjadi dua macam: 1). Aliran hukum alam yang Irrasional dan 2). Aliran hukum alam yang Rasional. Irrasional berpandangan hukum yang berlaku universal dan abadi itu bersumber dari Tuhan secara langsung. Sedangkan Rasional berpandangan bahwa sumber hukum alam yang universal dan abadi itu adalah rasio manusia.
1. Tokoh-tokoh aliran hukum alam yang Irrasional
a. Thomas Aquines (1225-1227)
Menurut Aquines ada dua macam pengetahuan yang berjalan bersama-sama,yaitu: 1). Pengetahuan alamiah yang berpangkal pada akal manusia dan 2). Pengetahuan iman yang berpangkal pada wahyu Ilahi.
Thomas Aquines membedakan 4 macam hukum:
1. Iex Aeterna (Hukum yang abadi): Hukum rasio Tuhan atau akal keilahian yang tidak bisa ditangkap oleh panca indera manusia.
2. Iex Livina (Hukum Ketuhanan): Petunjuk-petunjuk khusus dari Tuhan tentang bagaimana manusia itu harus menjalani hidupnya (tercantum dalam kitab suci).
3. Iex Naturalis (Hukum alam): Petunjuk-petunjuk umum yang paling mendasar, misalnya yang baik harus dilakukan, sedangkan yang jelek harus ditinggalkan (Iex Naturalis atau hukum alam, yaitu penjelmaan Iex Aeterna ke dalam Rasio manusia).
4. Iex Positivis: Penerapan Iex naturalis dalam kehidupan manusia di dunia (disebut juga Iex human)[2][2]
b.
John Salisbury (1115-1180)
Menurut John Salisbury, dalam menjalankan pemerintahan penguasa wajib memperhatikan hukum tertulis dan tidak tertulis (hukum alam), yang mencerminkan hukum Tuhan. Tugas rohaniah adalah membimbing penguasa agar tidak merugikan kepentingan rakyat bahkan seharusnya penguasa itu harus manjadi abdi gereja.
Dia menyarankan bahwa segala kekuasaan harus diserahkan kepada satu tangan yaitu pemerintahan yang absolut. Ia memberikan legitimasi terhadap kekuasaan monarkhi yang bersifat mondial.
Adapun tokoh-tokoh lain dalam aliran hukum alam yang Irrasional adalah: Piere Dubois (1255), Marsilius Padua (1270), William Occam(1290).
2. Tokoh-tokoh aliran hukum alam yang rasional adalah
1. Hugo de Groot atau Grotius(1583)
Dia terkenal dengan sebutan bapak Hukum Internasional karena dialah yang mempopulerkan konsep-konsep hukum dalam hubungan antar negara, seperti hukum perang. Menurut Grotius sumber hukum adalah rasio manusia karena karakteristik yang membedakan manusia dengan makhluk lain adalah kemampuan akalnya. Hukum alam menurutnya adalah hukum yang sesuai dengan kodrat manusia. Hukum tidak mungkin dapat dirubah.
Ia berpendapat hukum alam adalah aturan yang berasal dari akal pikiran yang murni.
Tokoh lain dari aliran hukum alam yang rasional pada pertengahan adalah Emanuel Kant (1724-1804).
Aliran hukum alam mengalami kemunduran sejalan dengan munculnya aliran positivis pada abad XIX. Namun demikian keadaan ini nampaknya tidak berlangsung terus. Hukum alam bangkit kembali karena ternyata aliran positivis telah gagal pula untuk menjawab tantangan yang terjadi pada abad XIX utamanya tentang penyalahgunaan kekuasaan yang marak terjadi disepanjang abad itu. Masa-masa ini sering disebut sebagai masa kebangkitan kembali hukum alam. Tokoh yang dapat ditemukan pada masa ini adalah Rudolf Stammler. Pada abad XX hukum alam ternyata masih banyak pemikirnya, sebut satu saja adalah Leon L. Fuller. Ia mengaitkan antara hukum dan moralitas. Hukum harus tunduk pada Internal Morality.
No comments:
Post a Comment