Labels

8 Mar 2017

RESUME BUKU AL-AHKAM AS-SULTHANIYYAH (Hukum-HukumPenyelenggaraan Negara dalam Syariat Islam) Karya: Imam Al-Mawardi


RESUME BUKU
AL-AHKAM AS-SULTHANIYYAH
(Hukum-HukumPenyelenggaraan Negara dalam Syariat Islam)
Karya: Imam Al-Mawardi
Penerbit: DarulFalah
TahunTerbit: 2006



I.                   Pengangkatan Imam
Adapun dewan pemilih, maka kriteria-kriteria yang legal yang harus mereka miliki yaitu:
1.      Adil dengan segala syarat-syaratnya.
2.      Ilmu yang membuatnya mampu mengetahui siapa yang berhak menjadi imam sesuai dengan kriteria-kriteria yang legal.
3.      Wawasan dan sikap bijaksana yang membuatnya mampu memilih siapa yang paling tepat menjadi imam dan paling efektif, serta paling ahli dalam mengelola semua kepentingan.
Adapun dewan imam mempunyai kriteria sebagai berikut:
1.      Adil dengan syarat-syaratnya yang universal.
2.      Ilmu yang membuatnya mampu berijtihad terhadap kasus-kasus dan hukum-hukum.
3.      Sehat indrawi yang dengannya ia mampu menangani langsung permasalahan yang telah diketahuinya.
4.      Sehat organ tubuh dari cacat yang menghalanginya bertindak dengan sempurna dan cepat.
5.      Wawasan yang membuatnya mampu memimpin rakyat dan mengelola semua kepentingan.
6.      Berani dan kesatria yang membuatnya mampu melindungi wilayah Negara dan melawan musuh.
7.      Nasab, yaitu berasal dari Quraysi berdasarkan nash-nash yang ada dan ijma’ para ulama.
Jika anggota ahlu al-aqdi wa al-hal mengadakan sidang untuk memilih imam, mereka harus mempelajari data pribadi orang-orang yang memiliki kriteria-kriteria imamah, kemudian mereka memilih siapa di antara orang-orang tersebut yang paling banyak kelebihannya, paling lengkap kriterianya, palinng segera ditaati rakyat, dan mereka tidak menolak membaitnya.
            Jika diantara hadirin ada orang yang paling ahli berijtihad dan ia layak dipilih, parlemen menawarkan jabatan imam kepadanya. Jika ia bersedia menjadi imam, mereka segera mengangkatnya. Dengan membaiat mereka ia secara resmi menjadi imam yang sah, kemudian seluruh umat harus membaiatnya dan taat kepadanya.

II.                Pengangkatan Menteri
Menteri itu dibagi menjadi 2 macam, yaitu:
1.      Menteri tafwidhi (mandat penuh)
2.      Menteri tanfidzi (pelaksana)
Perbedaan yang terjadi antara menteri tafwidhi dengan menteri tanfidzi disebabkan karena memang otoritas keduanya berbeda. Ada empat perbedaan diantara keduanya, yaitu:
a.       Menteri tafwidhi dibenarkan membuat keputusan hukum, dan memvonis kasus hukum, dan hal tersebut tidak berlaku pada menteri tanfidzi.
b.      Menteri tafwidhi dibenarkan mengangkat pegawai, sedang hal tersebut tidak berlaku pada menteri tanfidzi.
c.       Menteri tafwidhi dibenarkan memimpin pasukan dan perang, sedang hal tersebut tidak berlaku pada menteri tanfidzi.
d.      Menteri tafwidhi dibenarkan mengelola kekayaan yang ada di baitul mal dengan menyimpannya atau mengeluarkannya, sedang hal tersebut tidak berlaku pada menteri tanfidzi.
Selain keempat perbedaan diatas, orang akfir yang berada di dalam jaminan keamanan Negara islam dengan membayar jizyah tidak dilarang menjabat sebagai menteri kecuali jika mereka membuat onar.
      Selain otoritas keduaya berbeda, keduanya juga berbada dengan syarat-syarat:
a.       Kemerdekaan merupakan syarat yang harus dimiliki menteri tafwidhi dan buakn syarat yang harus dimiliki menteri tanfidzi.
b.      Islam termasuk syarat yang harus dipenuhi menteri tafwidhi dan tidak termasuk syarat yang harus dipenuhi menteri tanfidzi.
c.       Ilmu pengetahuan tentang hukum-hukum syar’I termasuk syarat yang harus dipenuhi menteri tafwidhi dan tidak termasuk syarat-syarat yang harus dipenuhi menteri tanfidzi.
d.      Ilmu pengetahuan tentang seluk-beluk perang dan pajak termasuk syarat yang dimiliki menteri tafwidhi dan bukan termasuk syarat yang harus dimiliki menteri tahfidzi.

III.             Pengangkatan Gubernur Propinsi
Kriteria-kriteria yang harus dimiliki gubernur profinsi tidak jauh berbeda dengan kriteria-kriteria yang harus diliki menteri tafwidhi. Perbedaan antara keduanya, bahwa otoritas gubernur propinsi sebih sempit jika dibandingkan dengan otoritas yang dimiliki menteri tafwidhi. Namun perbedaan otoritas keduanya tidak menghalangi adanya kesamaan diantara keduanya dalam kriteria-kriteria yang harus dimiliki keduanya.
Pengangkatan gubernur propinsi harus dikaji dengan baik. Jika imam yang mengangkatnya, maka menteri tafwidhi mempunyai hak mengawasinya dan memantaunya. Menteri tafwidhi  tidak boleh memecatnya atau memutasinya dari satu propinsi ke propinsi yang lain.
Jika menteri tafwidhi mengumumkan pengangkatan gubernur propinsi, tanpa mejelaskan apakah pengangkatan ini atas perintah imam atau dari dirinya sendiri selaku menteri tafwidhi, maka pengangkatan gubernur tersebut berasal dari dirinya sendiri. Jika menteri tafwidhi dipecat jabatannya, maka gubernur propinsi yang diangkatnya ikut dipecat, terkecuali jika imam memintanya tetap menjabat sebagai gubernur propinsi, dan itu adalah pembaharuan jabatan dan pengangkatan baru, namun tidak membutuhkan kata-kata akad seperti pengangkatan yang pertama. Cukuplah imam berkata, “Aku merestuimu tetap pada jabatanmu.”
Pada pengangkatan pertama, dibutuhkan akad dan harus dikatakan kepada gubernur propinsi, “Aku mengangkatmu untuk propinsi ini, memimpin seluruh rakyatnya, dan memikirkan seluruh persoalannya.” Ucapan akad harus detail yang tidak mengandung tanda tanya dan mengandung banyak penafsiran. Jika imam mengangkat gubernur propinsi, maka itu tidak berarti pemecatan.

IV.             Pengangkatan Panglima Jihad
Jika ia berangkat bersama mereka, ia mempunyai tujuh kewajiban terhadap mereka:
1.      Bersikap lemah lembut terhadap mereka dalam perjalanan.
2.      Memeriksa kuda yang digunakan para tentara untuk berjihad dan tulang punggungnya yang mereka naiki.
3.      Memperhatikan tentara-tentara yang ikut perang bersamanya.
4.      Menugaskan orang ahli atau komandan untuk mengenal masing-masing tentara agar keduanya bias mengetahui keadaan mereka dan mere mendekat kepadanya jikaia memanggil mereka.
5.      Membuat kode panggil pada setiap pasukan yang membedakan pasukan satu dengan pasukan lainnya.
6.      Memeriksa pasukan dan siapa saja yang ada di dalamnya kemudian ia mengeluarkan dari pasukan siapa saja yang bertujuan menggembosi para mujahidin, menggoyahkan kaum muslimin, dan menjadi intel bagi musuh “orang-orang musryk.”
7.      Tidak berkomplotan dengan orang yang cocok dengannya atau orang yang sesuai dengan pendapatnya untuk menghadapi orang yang berbeda nasab dengannya atau bertentangan pendapat dengannya.

V.                Jihad untuk Kemaslahatan Umum
1.        Jihad melawan orang-orang murtad
Orang murtad ialah orang yang keluar dari Islam. Rasulullah SAW bersabda:
من بدل دينه فاقتلوه
“barangsiapa berganti agama, maka bunuhlah ia”. (diriwayatkan oleh al-bukhori, abu daud, at-tirmidzi, an-nasa’i, ibnu majah, dan ahmad).
2.        Jihad melawan para pemberontak
Jika salah satu kelompok dari kaum muslimin memberontak, menentang pendapat(kebijakan)jama’ah kaum muslimin, dan menganut pendapat yang ia ciptakan sendiri; jika dengan pendapatnya ia masih taat, tidak memiliki daerah otonom, berada dalam jangkauan negara islam, maka ia dibiarkan, tidak diperangi, kewajiban dan hak mereka sama dengan kaum muslimin lainnya.
jika ia menampakkan keyakinan mereka dengan terang-terangan dalam pergaulannya dengan kaum muslimin, maka imam (khalifah) menjelaskan kepada mereka tentang kebathilan keyakinan mereka agar mereka kembali kepada keyakinan yang benar dan bersatu dengan kaum muslimin. Dalam hal ini imam diperbolehkan menjatuhkan ta’zirkepada mereka agar dengan ta’zir tersebut mereka menjadi baik. Ta’zir tidak boleh dalambentuk pembunuhandan penerapan hudud (hukum syar’i).
Jika para pemberontak menolak taat kepada imam, menolak memenuhi hak-haknya, bertindak sendiridalam memunggut harta dan  menjalankan hukum. Serta tidak mempunyai imam dalam mengerjakan itu semua. Maka mereka wajib diperangi agar mereka menghentikan penentangannya kepada imam dan kembali patuh kepadanya.
3.        Jihad melawan para pengacau keamanan
Jika sekelompok orang-orang yang bejat bersepakat mengangkat senjata, menganggu di jalan, merampok harta, membunuh orang dan mengganggu para pejalan kaki, mereka itulah orang-orang muharib (pengacau). Dalam surah al-Maidah ayat 33 pengacau atau orang yang membuat kerusakan di muka bumi maka wajib dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya).
Ada dua cara untuk membongkar kejahatan para pengacau keamanan:
·         Pengakuan mereka dengan sukarela, tanpa adanya pemukulan dan pemaksaan terhadap mereka
·         Adanya bukti kuat
Jika kejahatan mereka telah diketahui dengan salah satu dari dua cara di atas, makakejahatan mereka akan dikaji terlebih dahulu.
Jika salah seorang dari mereka membunuh orang lain dan tidak mengambil hartanya, maka ia dihukum mati, tidak disalib, dimandikan, dan dishalati.
Jika ia hanya mengambil hartanya saja dan tidak embunuh, maka tangan dan kakinya dipotong silang.
Dan jika ia hanya melukai saja, maka luka orang tersebut di qishah.

VI.             Jabatan Hakim
1.        Pengangkatan hakim dengan madzab yang berbeda
Orang yang menganut madzab imam syafi’i diperbolehkan mengangkat hakim dari orang yang menganut madzab hanafi, karena hakim itu bertugas berijtihad dengan pendapatnya dalam keputusannya. Sedang menurut sebagian fuqaha’ melarang seseorang yang menganut madzab tertentu untuk memutuskan dengan madzab lainnya. Karena menurutnya, jika ia menyandarakan pendapatnya tidak kepada madzabnya, ia menjadi tertuduh atau plin-plan dalam hukum.
Jika muwalli (pihak yang mengangkat) menganut madzab abu hanifah atau imam syafi’i kemudian ia mensyaratkan kepada haki agar ia tidak memutuskan perkara kecuali dengan salah satu madzab dua tadi, maka persyaratan tersebut terbagi ke dalam dua persyaratan:
·         Ia mensyaratkan umum dalam semua hukum. Jika ini yang terjadi, makapersyaratan tidak sah, baik hakim tersebut bermadzab sama dengan madzab  muwalli atau berbeda madzab dengannya.
·         Persyaratn khusus pada hukum tertentu. Persyaratan khusus ini berbentuk perintah atau larangan.
2.        Tehnis pengangkatan hakim
Pengangkatan hakim disahkan dengan apa saja yang mengesahkan jabatan-jabatan lainnyadengan syarat tambahan yaitu pernyataan langsung jika hakim berada di tempat pengangkatan tersebut. pernyataan- pernyataan yang mengesahkan pengangkatan itu ada dua:
·           Syarih (jelas)
Pernyataan yang jelas itu ada empat, yaitu: qalladtuka (aku mengangkatmu), wallaituka (aku menguasakan kepadamu), aslakhlaftuka (aku menempatkanmu), dan astanbattuka (aku mewakilkan kepadamu).jika pengangkatan menggunakan salah satu kata dari empat kata di atas, maka pengangkatan hakim sah begitu juga dengan pengangkatan jabatan-jabatan lainnya.
·           Kinayah (kiasan)
Adapun pernyataan kiasan, seperti dikatakan sahabat-sahabatku, yaitu: i’tamadtu ‘alaika (aku bergantung kepadamu), ‘awwaltu ‘alaika (aku meletakkan kepercayaan kepadamu), radadtu ilaika (aku serahkan kepadamu).  Karena kata-kata itu mengandung banyak penafsiran, maka tidak cukup kuat untuk mengesahkan suatu jabatan di banding dengan pernyataan yang jelas seperti di atas. Kata-kata kiasan tersebut menjadi kuat apabila didukung dengan bukti-buktiyang menghilangkan penafsiran.
Disamping dengan pengangkatan ditas, jabatan hakim sah dengan empat syarat:
a.         Muwalli mengetahui bahwa hakim memiliki sifat tyang membuatnya layak diangkat sebagai hakim
b.         Muwalli mengetahui hak muwalla yang berhak memberikan jabatan kepada hakim juga
c.         Muwalli menyebutkan dengan jelas jenis pengangkatan kepada seseorang, apakah sebagai hakim, gubernur atau sebagai penarik pajak.
d.        Daerah kerja harus disebutkan pada watu pengangkatan.

VII.          Jabatan Wali Pidana
1.        tugas wali pidana
ada sepuluh tugas yang harus ditangani wali pidana, yaitu:
·           menanggani pelanggaran hukum yang dilakukan para pejabat terhadap rakyatnya dan segala penyimpangan mereka ketika berkuasa.
·           Memeriksa kecurangan para petugas penarikzakat atau pajak dalam menjalankan tugasnya.
·           Memeriksa hasil kerja para penulis dokumen.
·           Menyelidiki pelanggaran hukum terhadap para pegawai negri.
·           Mengembalikan harta rampasan kepada pemiliknya.
·           Menangani harta wakaf.
·           Mengeksekusi hukuman yang tidak mampu dieksekusi para hakim.
·           Menangani kepentingan-kepentingan umum yang tidak mampu ditangani para muhtasib (petugas hisbah).
·           Mengawasi pelaksanaan ibadah-ibadah yang terlihat.
·           Menangani pihak-pihak yang berperkara dan memberi keputusan hukum kepada mereka.
2.        perbedaan antara wali pidana dengan hakim
wali pidana mempunyai sepuluh perbedaan dengan hakim, perbedaan tersebut adalah sebagai berikut:
a.         wali pidana memiliki otoritas dan kekuasaan yang lebih kuat
b.         ruang lingkup kerja wali pidana lebih luas
c.         selain menggunakan metode intimidasi, wali pidana juga diperbolehkan menggunakan sinyal-sinyal dan tanda-tanda yang terlihat pada pihak-pihak yang berperkara
d.        wali pidana berhak menjatuhkan ta’zir kepada orang yang terbukti bersalah
e.         wali pidana diperbolehkan menunda pengeluaran vonis jika terdapat ketidakjelasan dalam kasus dan hak orang yang berperkara
f.          wali pidana diperbolehkan menolak menangani kasus tersebut jika pihak-pihak yang berperkara tidak mencapai kata sepakat dalam perkaranya
g.         wali pidana diperbolehkan berinteraksi dengan pihak-pihak yang berperkara
h.         wali pidana diperbolehkan mendengar kesaksian yang tidak diketahui identitasnya
i.           wali pidana diperbolehakn menyuruh para saksi untuk bersumpah jika ia meragukan mereka
j.           wali pidana diperbolehkan mengundang para saksi dan menanyakan informasi yang terkait dengan perkara yang ditangani

VIII.       Jabatan Naqib (Kepala) Orang-Orang yang Bernasab Mulia
Jabatan naqib ini sengaja dibentuk untuk melindungi orang-orang yang bernasab terhormat dari perwalian orang yang tidak selevel dengan nasab mereka, dan tidak sejajar dengan kehormatan mereka, agar mereka dicintai dan perintah mereka direalisir. Jabatan naqib ini sah jika berasal dari slah stu dari tiga pihak, yaitu:
·           dari khalifah
·           dari orang yang diberi mandat oleh khalifah untuk mengurusi berbagai urusan
·           dari naqib yang berooritas luas mengangkat naqib yang berotoritas khusus.
1.        naqib khusus
jabatan naqib khusus trbatas sebagai naqib saja. Ia tidak memiliki otoritas memutuskan perkara dan melakukan eksekusi. Ia tidak di syaratkan berasal dari kalangan ulama’.
Tugas-tugas naqib khusus adalah sebagai berikut:
·           menjga nasab mereka dari orang yang ingin masuk kedalam nasabnya padahal ia tidak senasab dengan mereka
·           membedakan kabilah-kabilah mereka dan mengetahui nasab-nasab mereka
·           mengetahui siapa yang baru lahir dikalangan mereka
·           mendidik mereka berakhlak santun sesuai dengan kemuliaan nasab mereka
·           membersihkan mereka dari mata pencaharian yang haram
·           mencegah mereka dari perbuatan dosa
·           melarang mereka mendzalimi orang lain
·           membantu mereka dalam mencari kebenaran
·           mewakili mereka dalam menuntut hak-hak umum mereka
·           melarang gadis-gadis mereka menikah kecuali dengan orang yang sekufu’
·           mengkoreksi siapapun diantara mereka yang melakukan keslahan
·           memelihara harta wakaf mereka dengan menjaga harta pokoknya

2.        naqib umum
adapun wali umum, selain mempunyai keduabelas tugas yang telah disebukan. Ia juga memiliki lima tuga tambahan yaitu:
·           memutuskan perkara yang mereka sengketakan
·           menjadi wali bagi anak-anak yatim terhadap harta mereka
·           melaksanakan eksekusi hudud terhadap tindak kriminal yang mereka lakukan
·           menikahkan gadis-gadis yang tidak jelas siapa walinya atau sudah jelas walinya namun menolak menikahkan gadis-gadis tersebut
·           menjatuhkan hajrukepada mereka yang gila atau kurang waras dan mencabut hajru jika mereka telah normal dan sadar


IX.             Jabatan Imam Shalat
Untuk jabatan imam sholat 5 waktu, pengangkatan imamnya terkait dengan status masjid. Masjid itu ada dua : masjid negara dan masjid umum. Masjid negara ialah masjid-masjid jami’ yang pengelolaannya berada dibawah wewenang negara. Pada masjid-masjid seperti itu yang berhak menjadi imam sholat didalamnya adalah orang yang telah diangkat imam (kholifah) sebagai imamnya, agar rakyat tidak bersusah payah memilih siapa yang berhak menjadi imam di dalamnya. Jabatan imam bukan jabatan wajib, ini berbeda dengan jabatan hakim dan jabatan naqib karena dua alasan: yang pertama yakni seandainya kaum muslimin ridho terhadap seorang imam dan kemudian imam tersebut mengimami mereka, maka sholat jama’ah mereka sah. Yang kedua yakni sholat lima waktu dengan berjama’ah adalah sunnah-sunnah pilihan dan utama, dan bukan kewajiban fardhu menurut sebagian fuqoha’ kecuali daud yang berpendapat bahwa sholat berjama’ah itu wajib kecuali bagi orang yang mempunyai udzur.
Perbedaan antara imam dan muadzin, bahwa imam mengerjakan sholat karena hak dirinya. Jadi, ia tidak boleh bertentangan dengan ijtihadnya. Sedang muadzin, ia adzan untuk hak orang lain. Jadi, ia diperbolehkan bertentangan dengan ijtihad imam. Jika muadzin ingin adzan untuk dirinya sendiri sesuai dengan ijtihadnya ia boleh adzan setelah ia adzan untuk orang lain dengan adzan khusus untuk dirinya sendiri sesuai dengan pendapatnya, ia adzan dengan pelan-pelan dan tidak keras-keras.
Sifat-sifat imam masjid negara
Ada lima sifat untuk bisa menjadi imam masjid negara :
1)      Laki-laki
2)      Adil
3)      Qori’
4)      Faqih (ahli agama)
5)      Bicaranya jelas, tidak cacat dan tidak gagap lidahnya
Kemudian tantang pengangkatan imam sholat jum’ah, para fuqoha’ berbeda pendapat. abu hanifah dan orang-orang irak berpendapat, bahwa imam sholat jum’ah termasuk jabatan-jabatanwajib dan bahwa sholat jum’ah tidak sah kecuali dengan dihadiri imam (kholifah) atau wakilnya.
Imam syafi’i dan para fuqoha’ hijaz berpendapat pengangkatan imam untuk sholat jum’ah adalah sunnah dan kehadiran imam didalamnya bukan merupakan syarat. Jika sholat jum’ah ditunaikan pada jama’ah sesuai dengan syarat-syaratnya, maka sah.
Imam sholat istisqo’ diangkat menjadi imam untuk jangka waktu satu tahun dan ia diberi kekuasaan luas, ia diperbolehkan menjadi imam sholat istisqo’ setiap tahun selagi ia tidak diberhentikan dari jabatan imamnya. Jika ia diangkat menjadi imam sholat gerhana dan sholat istisqo’ selama satu tahun kendati ia mempunyai kekuasaan luas , ia tidak boleh menjadi imam di sholat-sholat lainnyakarena sholat hari raya adalah sudah pasti waktunya sedang sholat gerhana dan istisqo’ tidak pasti waktunya.

X.                Amirul Haj
Syarat-syarat yang harus dimiliki ialah ditaati, cerdas, berani, berwibawa dan kemampuan mengarahkan.
Jabatan amiruh haj mencakup dua hal :
1)      Memberi kemudahan kepada orang-orang yang berhajji
Mempunyai 10  tugas :
·         Mengumpulkan orang-orang yang hendak hajji dalam perjalanan mereka dan persinggahan mereka, agar mereka tidak terpisah-pisah dan tidak tersesat dijalan.
·         Mengarahkan dengan memberikan pemandu jalan bagi setiap kelompok.
·         Berjalan pelan-pelan dengan mereka hingga orang yang lemah tidak kelelahan dan orang-orang tertinggal tidak tersesat.
·         Berjalan dengan mereka dijalan yang paling mudah dan paling subur serta menghindari jalan yang paling kering dari air dan paling sukar dilalui.
·         Mencarikan air untuk mereka jika persediaan air habis dan mencarikan rumput jika persediaannya menipis.
·         Menjaga mereka jika mereka singgah dan melindungi mereka jika mereka berjalan agar mereka tidak disergap orang jahat dan pencuri tidak mengincar mereka.
·         Mengusir orang yang berusaha menghalang-halangi mereka menunaikan hajji dengan memeranginya jika ia mampu.
·         Mendamaikan dua pihak yang bersengketa, menjadi penengah diantara dua pihak yang terlibat konflik dan tidak mengeluarkan keputusan secra paksa kepada mereka terkecuali jika keputusan perkara tersebut diserahkan kepadanya.
·         Memberi sanksi disiplin kepada orang yang sesat diantara mereka dan orang yang berkhianat diantara mereka.
·         Memperhatikan kelonggaran waktu hingga tidak hilang dan waktu yang sempit tidak harus membuatnya meminta mereka berjalan dengan cepat.
2)      Menyelenggarakan hajji
Mempunyai enam tugas :
·         Memberi pengumuman kepada manusia tentang waktu ihram mereka dan keluar ke masyair, agar mereka mengikuti dan mencontoh semua perbuatannya.
·         Mengajari mereka manasik hajji yang digariskan syari’at.
·         Menentukan tempat-tenpat dimana orang hajji harus ada didalamnya dan meninggalkannya, sebagaimana sholatnya makmum itu ditentukan oleh sholatnya imam.
·         Ia diikuti dalam rukun-rukun hajjiyang disyari’atkan syari’at dan mereka mengamini do’anya.
·         Mengimami mereka dalam sholat-sholat dihari-hari dimana didalamnya disyari’atkan khutbah hajji dan mengumpulkan semua orang yang hajji didalam sholat-sholat tersebut, khutbah hajji itu empat kali.
·         Point ke enam ini masih diperdebatkan oleh fuqoha’

XI.             Petugas Sedekah (Zakat)
Petugas sedekah zakat  tidak mempunyai otoritas terhadap harta yang tidak terlihat dan pemiliknya lebih berhak mengeluarkan zakat daripada petugas zakat, terkecuali jika pemilik harta yang tidak terlihat tersebut menyerahkan zakat hartanya kepada petugas zakat dengan sukarela kemudian ia menerimanya. Dengan membagi-bagikan harta zakat tersebut kepada yang berhak menerimanya, petugas sedekah (zakat) membantu pemiliknya. Jadi otoritas petugas sedekah  itu hanya pada harta yang terlihat. Ia berhak memerintahkan pemiliknya menyerahkannya kepadanya.
Jika petugas zakat tersebut orang adil, maka ada dua pendapat :
§  Bahwa pemerintah petugas zakat kepada orang terkena wajib sedekah adalah perintah wajib. Artinya mereka tidak boleh bertindak sendiri dalam mengeluarkan zakatnya dan tidak sah jika mereka mengeluarkannya sendiri.
§  Perintah petugas zakat adalah perintah sunnah untuk menimbulkan rasa patuh orang yang terkena wajib zakat bertindak sendiri dalam mengeluarkan zakatnya, itu sudah cukup.
Syarat-syarat yang harus dimiliki petugas zakat ialah merdeka (bukan budak), muslim, adil, mengetahui hukum-hukum zakat jika ia pejabat mentri tafwidzi. Jika ia pejabat mentri tanfidz (pelaksana) yang diangkat imam untuk menarik zakat tertentu, maka dibenarkan kalau ia tidak mempunyai pengetahuan tentang hukum-hukum zakat.
Orang-orang  yang haram menerima zakat yaitu sanak kerabat rosulalloh SaW, mereka diperbolehkan diangkat sebagai petugas zakat, gaji mereka tidak diambil dari harta zakat, namun dari jatah kemaslahatan umum.
Imam (kholifah) diperbolehkan mengatur petugas zakat dengan tiga opsi :
a)      Ia mengangkatnya sebagai petugas dengan tugas mengambil zakat dari orang-orang yang terkena wajib zakat sekaligus mendistribusikannya kepada penerimanya, jadi, imam diperbolehkan menggabungkan dua tugas tersebut kepada petugas zakat seperti yang akan saya terangkan nanti.
b)      Ia mengangkatnya dengan tugas mengambilnya saja dan melarangnya mendistribusikannya kepada para penerimanya. Jadi, tugas petugas zakat hanya menarik zakat dan ia dilarang mendistribusikannya. Jika petugas yang diangkat untuk menarik zakat yang pendistribusiannya menunda pembagian zakat kepada pihak penerimanya, ia berdosa , kecuali jika ia dingkat menjadi petugas zakat dengan tugas mempercepat pendistribusiannya kepada orang-orang atertentu.
c)      Pengangkatannya bersifat umum maksunya ia tidak memerintahkan pendistribusian zakat dan tidak melaranngnya. Pengangkatan umum seperti ini harus ditafsirkan mencakup mengambil zakat dan mendistribusikannya. Masing-masing dari dua permasalahan tersebut mempunyai hukum tersendiri, dan keduanya akan kami rangkum secara singkat.

XII.          Pembagian Fai dan Ghanimah
Ghonimah dan fai adalah harta yang didapatkan kaum muslimin dari kaum musyrikin atau mereka menjadi penyebab perolehan harta tersebut.
Hukum kedua jenis harta tersebut berbeda. Keduanya juga berbeda dengan harta zakat dalam empat aspek :
a)      Zakat diambil dari kaum muslimin untuk membersihkan mereka, sedang ghonimah dan fai diambil dari orang-orang kafir untuk menghukum mereka.
b)      Distribusi zakat sudah dipastikan dalam nash al-qur’an sehingga imam (kholifah) tidak boleh berijtihad didalamnya, sedang distribusi ghonimah dan fai diserahkan sepenuhnya kepada para ijtihad umala’.
c)      Muzakki (pembayar zakat) diperbolehkan bertindak sendiri dalam distribusi ghonimah dan fai pada penerimanya, sehingga pihak yang berwenang yang mengelola pendistribusiannya,
d)     Distribusi berbeda seperti yang saya jelaskan nantu.
Ghonimah dan fai memiliki du kesamaan dan dua perbedaan. Dua kesamaan diantara keduanya adalah keduanya di dapatkan dari orang-orang kafir dan alokasi seperlima keduanya sama.
            Sedangkan dua perbedaan diantara keduanya adalah sebagai berikut :
§  Fai diambil denga suka rela sedang ghonimah diambil secara paksa.
§  Alokasi empat perlima fai berbeda dengan alokasi empat perlima harta ghonimah seperti akan saya terangkan.
Syarat-syarat yang harus dimiliki petugas fai adalah amanah dan cerdas. Tugas petugas fai terbagi kedalam tiga bagian :
Ø  Petugas fai yang bertugas menentukan jumlah fai dan menentukan distribusinya kepada penerimanya.
Ø  Petugas fai yang mempunyai tugas umum yaitu menarik semua fai yang telah ditetapkan.
Ø  Tugasnya khusus pada satu jenis fai.
Imam syafi’i berpendapat , “ imam (kholifah) atau wakilnya bebas memilih mana diantara empat opsi yang paling mendatangkan kemaslahatan jika mereka tetap bertahan dalam kekafirannya ;
ü  Membunuh mereka
ü  Menjadikan mereka sebagai budak
ü  Mereka ditebus dengan uang atau pertukaran tawanan
ü  Membebaskan mereka tanpa uang tebusan

XIII.       Penentuan Pajak dan Jizyah
Pajak dan Jizyah adalah hak yang di berikan Allah Ta’ala kepada kaum muslimin dari orang-orang musyrik. Persamaan antara keduanya yaitu : (a) Keduanya didapatkan dari orang musyrik sebagai bentuk penghinaan bagi mereka. (b) keduanya adalah harta fai dan didistribusikan kepada penerima fai. (c) keduanya wajib ditunggu satu tahun dan sebelum satu tahun keduanya tidak berhak dimiliki. Perbedaan antara keduanya yaitu : (a) Jizyah adalah berdasarkan Nash (dalil), sedang pajak dari ijtihad. (b) jumlah minimal Jizyah ditentukan syariat, maksimal ditentukan oleh ijtihad. Sedangkan jumlah minimal dan maksimal pajak ditentukan ijtihad. (c) Jizyah diambil dari orang kafir jika ia tetap bertahan dalam kekafiranya dan gugur jika ia masuk islam. Sedangkan pajak, ia tetap harus dibayar; ia berstatus kafir atau muslim.
1.    Jizyah
Jizyah dikenakan kepada setiap kepala. Kata Jizyah diambil dari kata jaza’ (imbalan) sebagai balasan atas kekafirannya. Karena Jizyah tersebut dipungut dari mereka sedang mereka dalam keadaan hina, atau sebagai imbalan atas jaminan keamanan yang kita berikan kepada mereka, karena Jizyah tersebut dipungut dari mereka dengan cara yang mudah. Landasan normatif Jizyah yaitu Q.S At-Taubah: 29.
Syarat penentuan Jizyah yang sifatnya wajib yaitu : (1) mereka tidak boleh menyebut Kitabullah dengan tujuan melecehkanya dan mengubahnya. (2) mereka tidak boleh menyebut Rasulullah SAW dengan tujuan mendustakannya. (3) tidak boleh menyebut agama islam dengan tujuan menghina (4) tidak menuduh wanita muslimah berzina (5) tidak menyiksa orang muslim (6) tidak membantu negara kafir dan berkoalisi dengannya.
Syarat penentuan Jizyah yang sifatnya Sunnah yaitu : (1) mengubah identitas dengan pakaian Ghiyar (2) tidak boleh meninggikan bangunanya diatas bangunan kaum muslimin. (3) tidak boleh membunyikan suara ritual mereka (4) tidak boleh meminum minuman keras secara terbuka di depan kaum muslimin (5) merahasiakan orang meninggal dari mereka. (6) dilarang mengendarai kuda.

2.    Al-Kharaj (Pajak)
Pajak adalah uang yang dikenakan terhadap tanah dan termasuk hak-hak yang harus ditunaikan. Keterangan tentang pajak dalam Al-Qur’an berbeda dengan keterangan tentang Jizyah. Oleh karena itu, penanganan pajak diserahkan sepenuhnya kepada ijtihad imam. Tanah pajak berbeda dengan tanah zakat dalam hal kepemilikan dan hukum. semua tanah tersebut di bagi menjadi empat bagian : (1) Tanah yang sejak awal dihidupkan kaum muslimin. (2) tanah yang pemiliknya masuk Islam. ia berhak memiliki tanah tersebut. (3) Tanah yang didapatkan dari orang-orang musyrik dengan jalan damai.
Orang yang mengurus pajak disebut petugas pajak. Agar kekuasaan petugas pajak sah, ia harus memiliki syarat-syarat berikut; merdeka (tidak budak), amanah, dan mempunyai kemampuan. Perbedaan tugasnya ditentukan oleh status dirinya. Jika ia diangkat untuk menetapkan tarip pajak, ia disyaratkan harus faqih dan memiliki syarat-syarat mujtahid. Jika ia ditarik untuk menarik pajak, jabatannya sah kendati ia bukan orang yang faqih dan mujtahid.

XIV.       Ketentuan Tentang Daerah-Daerah yang Berbeda Status
Daerah-daerah Islam itu terbagi kedalam tiga bagian; tanah suci, Hijaz, dan selain keduanya.
1.    Tanah Suci
Tanah suci adalah Makkah dan sekitarnya. Allah Ta’ala menyebutkan dua nama dalam Kitab-Nya; Makkah dan Bakkah. Ulama berpendapat bahwa dua kata tersebut untuk nama obyek yang sama sedangkan ulama’ lain berpendapat perbedaan antara keduanya; Makkah adalah nama seluruh daerah sedangkan Bakkah adalah Baitullah. Ini pendapat Ibrahim An-Nakh’I dan yahya bin Ayyub. Pembahasan tanah suci meliputi Pembangunan Ka’bah, Kiswah (Kain Penutup Ka’bah), Masjidil Haram, Makkah Al-Mukarramah, Batas Tanah Haram (Suci), Hukum-hukum Khusus bagi Tanah Haram (Suci)
2.    Hijaz
Tentang Hijaz, Al-Ashma’I berkata, “Dinamakan Hijaz, karena ia memisahkan Najed dengan Tihamah.”
Empat hal yang membedakan Hijaz dengan daerah-daerah lain; (1) Hijaz tidak boleh didiami oleh orang musyrik; orang kafir dzimmi atau orang kafir mu’ahid (2) jenazah orang-orang kafir mu’ahid tidak boleh di makamkan di Hijaz. (3) Sesungguhnya antara kota Rasulullah SAW (Madinah) dengan Hijaz adalah Tanah Haram (suci) dan diharamkan apa saja yang ada diantara keduanya. (4) karena Rasulullah SAW sendiri yang menaklukan Hijaz, maka tanah Hijaz terbagi kedalam tiga bagian; salah satu dari keduanya, tanah tersebut adalah jatah sedekah untuk Rasulullah SAW yang beliau ambil berdasarkan dua haknya. Salah satu dari dua hak beliau ialah seperlima dari faidan ghanimah. Dan hak beliau adalah empat perlima faiyang telah diberikan Allah Ta’ala kepada Rasul-Nya.
3.    Daerah selain Tanah suci dan Hijaz
Daerah ini dibagi menjadi empat bagian; (1) Daerah yang pemiliknya masuk Islam. status daerah tersebut adalah tanah zakat. (2) Daerah yang dihidupkan kaum Muslimin. Daerah yang mereka hidupkan tersebut terkena kewajiban zakat sepersepuluh. (3) daerah yang dikuasai pasukan Islam dengan kekerasan. Daerah tersebut terkena kewajiban zakat sepersepuluh. (4) daerah yang pemiliknya berdamai dengan kaum Muslimin. Daerah tersebut menjadi faiyang dikenakan pajak. Daerah jenis ini dibagi menjadi dua bagian; mereka berdamai dengan ketentuan mereka tidak lagi memiliki tanah di daerah tersebut; mereka berdamai dengan kaum muslimin dengan ketentuan mereka tetap menjadi pemilik tanah di daerah tersebut.

XV.          Menghidupkan Lahan Mati dan Pengeboran Air
Barangsiapa menghidupkan lahan mati, ia berhak memilikinya atas izin imam (Khalifah) atau tanpa izin imam (Khalifah). Lahan mati menurut pendapat Imam Syafi’I, “Setiap lahan yang tempat dan sekelilingnya tidak di garap, dinamakan lahan mati, kendati menyatu dengan lahan yang di garap”. Abu hanifah berkata, “Lahan mati adalah lahan yang jauh dari lahan yang di garap, dan air tidak sampai padanya.”
1.                  Bentuk-bentuk menghidupkan Lahan Mati
Bentuknya diserahkan kepada tradisi yang berlaku di suatu tempat. Syarat yang harus dipenuhi; (1) Mengumpulkan tanah yang mengelilingi lahan mati tersebut hingga tanah tersebut menjadi batas yang memisahkan lahan mati dengan lahan yang lain. (2) mengalirkan air kepadanya. (3) Membajaknya.
2.                  Batas Lahan Mati
Adapun batas lahan mati yang elah dihidupkan untuk pemukiman dan pertanian, menurut Abu Hanifah, “Batas lahan pertanian ialah lahan sesudanhnya dimana air tidak sampai padanya.” Sedangkan Abu Yusuf berkata, “Batas lahan mati ialah suara penyeru didengar dari setiap sudutnya.”
3.                  Pengeboran Air
Air yang diambil dari tanah itu terbagi ke dalam tiga bagian; air sungai, air sumur, air mata air,
4.                  Sumur
Adapun sumur, maka orang yang menggalinya memiliki tiga kondisi; ia menggalinya untuk umum, maka air tersebut menjadi milik bersama dan orang yang menggalinya mempunyai hak yang sama dengan orang lain di dalamnya; ia menggaliny karena ingin memanfaatkan airnya misalnya lembah; ia menggalinya untuk dirinya sendiri.
5.                  Mata Air
Mata air terbagi menjadi tiga bagian; mata air yang dimunculkan Allah Taála dan tidak digali manusia; mata air tersebut digali oleh manusia, kemudian mata air tersebut menjadi hak milik orang yang menggalinya; mata air digali seseorang di area miliknya.

XVI.       Protektorat (Lahan Mati yang Terlindungi) dan Fasilitas Umum
Protektorat dilarang dihidupkan untuk dimiliki siapapun agar ia tetap menjadi milik umum untuk tumbuhnya rumput dan penggembalaan hewan ternak. Adapun protektorat para imam (Khalifah) sepeninggal beliau jika mereka melindungi semua lahan atau sebagian besar lahan, maka tidak diperbolehkan. Jika mereka melindungi sebagian kecil lahan untuk orang-orang tertentu atau untuk orang-orang kaya, maka tidak diperbolehkan.
            Fasilitas Umum itu banyak, diantaranya ialah kursi-kursi di pasar, atau trotoar, daerah disekitar kota, dan rumah-rumah peristirahatan untuk para musafir.
            Fasilitas Umum di bagi menjadi tiga;
1.                  Fasilitas Umum yang di siapkan di padang pasir
Misalnya seperti rumah-rumah peristirahatan untuk para musafir dan air gratis. Fasilitas umum di padang pasir di bagi menjadi dua; fasilitas tersebut menjadi milik umum dan untuk istirahat para musafir; mereka singgah disatu tempat dengan maksud menetap di dalamnya.
2.                  Fasilitas Umum yang di siapkan di halaman-halaman rumah
Jika fasilitas umum tersebut memberi madzarat bagi pemilik rymah, masyarakat umum dilarang menggunakannya, kecuali mereka meminta ijin atas masuknya madzarat kepada pemilik rumah kemudian mereka di ijinkan masuk ke dalamnya.
3.                  Fasilitas Umum yang di siapkan di Jalan raya atau gang
Boleh tidaknya pemakaian fasilitas tersebut sepenuhya berada dalam otoritas sultan (khalifah).

XVII.    Pemberian Tanah
            Imam khalifah menyatakan bahwa pemberian tanah sah jika pemberiannya bisa direalisisir (tanah tersebut belum ada yang memilikinya), dan tidak sah apabila tanah yang ia berikan itu ternyata sudah ada yang memilikinya. Pemberian tanah ada dua jenis: yang pertama, pemberian tanah dengan status hak milik. Kedua, pemberian tanah dengan status hak pakai.
Pemberian Tahan dengan Status Hak Milik
Pemberian tanah dengan status hak milik terbagi menjadi tiga jenis:
a.    Lahan mati
       Lahan mati dibagi menjadi dua, pertama lahan yang statusnya adalah lahan mati sepanjang zaman. Lahan tersebut belum pernah digarap dan tidak dimiliki siapa pun. Kedua, tanah garapannya yang tidak terurus hingga menjadi tanah tidak produktif.
b.    Lahan garapan
       Pemberian lahan garapan terbagi menjadi dua. Pertama, lahan yang sudah jelas pemiliknya. Kedua, lahan yang tidak jelas siapa pemiliknya. Lahan jenis ini terbagi menjadi tiga jenis. Yaitu, lahan yang dipilih khalifah untuk baitul mal, lahan pajak, dan lahan yang ditinggal mati pemiliknya dan tidak dimiliki ahli warisnya.
c.    Lokasi pertambangan
       Lokasi pertambangan merupakan lokasi dimana Allah menyediakan barang-barang perhiasan didalamnya. Lokasi pertambangan terbgai menjadi dua, yaitu lokasi terlihat dan lokasi tidak terlihat.
Pemberian lahan dengan status hak pakai
            Pemberian lahan dengan status hak pakai terbagi kedalam dua jenis, pertama tanah zakat, khalifah tidak boleh memberikannya kepada orang lain karena lahan tersebut adalah tanah zakat untuk para penerimanya. Adapun lahan pajak, hukum imam khalifah memberikannya kepada seseorang sangat terkait dengan kondisi penrima lahan.

XVIII. Dokumen Negara dan Hal-Hal yang Terkait dengannya
Dokumen negara dibuat untuk menjaga hak-hak negara seperti tugas-tugas, dan kekayaan negara, serta pihak yang mengerjakannya para tentara atau pegawai. Orang yang pertama kali membuat dokumen negara dalam islam adalah Umar bin Khatab ra. pembuatan dokumen dilakukan atas desakan orang-orang arab untuk membuat nomor urut manusia sesuai nasabnya, dan melebihkannya dalam penjatahan karena lebih dahulu masuk ilsam san kualitas keagamaanya. Jika orang-orang yang lebih dahulu masuk islam, maka kelebihan itiu di tentukan dengankebenaranian dan kemampuan mereka dalam berijtihad. Inilah ketentuan dokumen tentang tentara yang disusun berdasarkan boografi dakwah dan tata urut syar’i.
Dokumen Negara
            Dokumen khusus negara dibagi menjadi empat: dokumen khusustentang tentara, dokumen khusu tentang propinsi-propinsi, dokumen khusus tentang pegawai, dokumen khusus tentang baitul mal.
Dokumen Khusus Tentang Tentara
            Dokumen khusus tentara ini memuat pengukuhan para tentara dan penentuan gaji mereka.
Dokumen Khusus Tentang Popinsi-Propinsi
            Dokumen khusu tentang propinsi-propinsi dibagi menjadi enam aspek: penentuan propinsi, status setiap propinsi, hukum-hukum pajak di propinsi, pendataan orang-orang kafir di dzimmi dan kesepakatan jizyah, jika salah satu propinsi meliliki pertambangna, jika daerah tersebut berbatasan dengan negeri kafir.           
Dokumen Khusus Tentang Pemasukan Dan Pengeluaran Baitul Mal
            Dokumen khusus tentang pemasukan dan pengeluaran baitul mal yaitu harta yang dimiliki kaun muslim dan tidak diketahi sebenarnya siapa pemiliknya yang sebenarnya. Harta tersebut menjadi milik baitul mal.

XIX.       Hukum-Hukum Seputar Tindak Kriminal
Tindak kriminal adalah segala tindakan yang diharamkan syariat. Allah ta’ala mencegah terjadinya tindak kriminal dengan menjatuhkan hudud, atau ta’zir kepada pelakunya. Jika tindak kriminal baru berupa tuduhan, pelakunya berhak bebas sesuai dengan tuntunan politik agama. Sebaliknya, jika tindak kriminal telah terbukti kuat, pelakunya berhak dikenakan hudud berdasarkan hukum-hukum syar’i.
            Penanganan tuduhan tindak kriminal yang belum terbukti kebenarannya itu tergantung kepada siapa yang menanganinya. Jika pihak yang menangani kasus tuduhan adalah hakim, misal seseorang tertuduk kasus perzinaan dan pencirian diajukan kepadanya, maka tuduhan kasus tersebut tidak mempunyai pengaruh sedikitpun dari hakim.jika yang mengenai kasus tuduhan adalah gubernur atau aparat keamanan, misalnya tertuduh diajukan kepadanya, maka terhadap tertuduh ini, gubernur mempunyai hak mnegadakan penyelidikan dan pembebasan yang tidak dimiliki hakim.
            Inilah perbedaan otoritas gubernur dan hakim dalam menangani tindak kriminal sebelum terbukti dengan jelas, karena gubernur memiliki hak khusus bertindak, sedang hakim mempunyai hak khusus memutuskan perkara.
Hudud (Hukuman Syar’i)
Hudud ialah pencegahan-pencegahan yang disiapkan allah untuk menghalangi terjadinya kasus pelanggaran terhadap sesuatu yang dilarang allah dan meninggalkan apa yang dioperintahkan-Nya untuk dikerjakan.
            Zawajir (pencegahan-pencegahan) dibagi menjadi dua bagian:
1.      Hudud (hukuman syar’i)
Hudud (hukuman syar’i) terbagi menjadi dua:
a.       Yang terkait dengan hak-hak Allah Ta’ala
Yang terkait dengan hak-hak allah ta’ala terbagi menjadi dua:
a.       Meninggalkan hal-hal yang diwajibkan
b.      Mengerjakan hal-hal yang dilarang
b.      Yang terkait dengan hak-hak menusia
2.      Ta’zir (sanksi disiplin)

XX.          Ketentuan-Ketentuan Seputar Hisbah
Hisbah ialah menyuruh kepada kebaikan jika terbukti kebaikan ditinggalkan (tidak diamalkan), dan melarang dari kemungkaran jika terbukti kemungkaran dikerjakan. Hisbah berhak dilakukan setiap muslim, namun ada sembilan perbedaan antara pelaku hisbah secara sukarela dengan muhtasib (petugas hisbah). Bagi muhtasib hisbah hukumnya fardhu ain sedangkan kewajiban hisbah bagi orang selain muhtasib ialah fardhu kifayah.
            Syarat-syarat yang  harus dimiliki muhtasib ialah ia harus orang merdeka, adil, mampu berpendapat, tajam dalam berfikir, kuat gamanya, dan mempunyai pengetahuan tentang kemungkaran-kemungkaran yang terlihat.
            Adapun dua hal keterbatasan muhtasib dari hakim adalah sebagi berikut:
1.      Muhtasib mempunyai keterbatasan tidak berhak mendengar dakwaan-dakwaannya yang tidak termasuk kemungkaran-kemungkaran yang nyata. Misalnya dakwaan-dakwaan dalam akad, muamalah, semua hak, dan semua tuntutan. Muhtasib tidak boleh berisiniatif mendengarkan dakwaan-dakwaan tersebut, dan tidak boleh memberi keputusan didalam nya.
2.      Tugas muhtasib hanya terbatas mengenai hak-hak yang diakui saja. Sedang pada hak-hak yang didalamnya terdapat konflik dan perseteruuan, ia tidak berhak mendengar barang bukti dan menyuruh salah satu pihak untuk bersumpah.
            Adapun kelebihan muhtasib atas hakim adalah sebagai berikut:
1.      Muhtasib diperbolehkan memeriksa apa saja yang menyuruh kepada kebaikan dan melarang dari kemungkaran. Sedang hakim ia tidak diperbolehkan hal diatas.
2.      Muhtasib berhak atas perlindungan negaraselama-lamanya didalam hal-hal yang terkait dengan kemungkaran-kemungkaran dan hal ini tidak dimiliki oleh hakim.
                                              


No comments: